Indonesia memiliki kekayaan budaya, kreativitas, dan
sumber daya manusia yang melimpah. Namun, industri animasi di Tanah Air masih
belum mencapai potensi maksimalnya. Indonesia memiliki potensi besar untuk
lebih mengembangkan Film Animasi agar bisa go internasional. Indonesia memiliki
keunggulan luar biasa untuk menjadi produsen animasi kelas dunia, dimulai dari
kekayaan budaya yang tak ternilai. Ribuan cerita rakyat seperti Sangkuriang,
Malin Kundang, dan Roro Jonggrang bisa diangkat menjadi film animasi
berkualitas global, mirip seperti kesuksesan Mulan yang diadaptasi Disney dari
legenda negara Tiongkok. Selain itu, Indonesia memiliki banyak bakat animator
muda yang sudah diakui internasional, Beberapa animator asal Indonesia yang
turut andil dalam proses industri film Hollywood, yaitu Ronny Gani terlibat
dalam memperindah visual dalam film Avengers: Endgame dari Marvel Studios
selanjutnya adalah Rini Sugianto dengan terlibat dalam pembuatan film-film
seperti The Hobbit: An Unexpected Journey (2012), Iron Man 3 (2013) Avengers:
Age of Ultron (2015) dan sebagainya, masih banyak animator hebat lain seperti
Griselda Sastrawinata, Reynold Tagore dan banyak animator ternama lainnya yang
sudah sukses di kanca internasional.Data dalam tulisan ini diperoleh dari
artikel berjudul 'Prestasi Anak Bangsa: Animator Indonesia Diakui Dunia
Perfilman Hollywood' yang diterbitkan oleh Fimela.com.
Lembaga pendidikan seperti STMIK Bina Nusantara dan
Institut Kesenian Jakarta juga terus mencetak generasi animator berbakat,
membuktikan bahwa SDM Indonesia tidak kalah bersaing. Dukungan pasar dan
teknologi semakin memperkuat peluang ini. Dengan populasi lebih dari 270 juta
jiwa didominasi generasi muda yang gemar menonton animasi Indonesia menjadi
pasar potensial bagi industri kreatif. Data We Are Social (2023) menunjukkan
73% penduduk aktif mengonsumsi konten digital, termasuk animasi, menurut Data Badan
Pusat Statistik (BPS) Indonesia memiliki 270,2 juta penduduk (2022), dengan
53,8% berusia di bawah 30 tahun yang dimana isinya generasi potensial penonton
animasi. Di sisi lain, kemajuan
teknologi seperti software Blender dan Adobe Animate memungkinkan studio kecil
menghasilkan karya berkualitas dengan biaya terjangkau. Kombinasi antara sumber
daya kreatif, pasar besar, dan teknologi mutakhir ini membuka jalan bagi
animasi Indonesia untuk bersaing di kancah global. industri animasi Tanah Air
sebenarnya mampu bersaing dengan karya-karya global seperti Upin Ipin dari
Malaysia, Disney dan Barbie dari Amerika dan
Doraemon dari Jepang. Namun, tantangan utama yang
dihadapi, seperti terlihat pada film JUMBO yang baru-baru ini tayang di
bioskop, adalah keterbatasan pendanaan. Padahal, respons positif penonton
membuktikan bahwa animasi Indonesia memiliki kualitas yang bisa dikembangkan
lebih jauh. Berdasarkan informasi dari Cinema XXI Report, 2023 Film Jumbo yang
baru baru ini tayang di bioskop kalah bersaing dengan film Marvel yang dirilis
berdekatan
Melihat kesuksesan negara-negara lain dalam
mengekspor konten animasi mereka, Indonesia sebenarnya memiliki peluang besar
untuk melakukan hal serupa. Namun, diperlukan langkah-langkah strategis,
dukungan kebijakan, dan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan lembaga
pendidikan untuk mewujudkannya.Saya memiliki harapan besar bahwa suatu hari
nanti, animasi Indonesia akan menjadi tontonan wajib bagi penonton global,
layaknya film-film Disney atau serial anime Jepang. Saya membayangkan karakter
ikonik buatan anak negeri, seperti Jumbo si gajah atau tokoh-tokoh dari cerita
rakyat kita, bisa dikenal dan dicintai anak-anak di seluruh dunia. Dengan
kekayaan budaya yang kita miliki, seharusnya Indonesia mampu menciptakan
kisah-kisah universal yang tidak hanya menghibur, tetapi juga memperkenalkan
keindahan Nusantara kepada dunia.
Saya juga berharap industri animasi lokal mendapatkan
dukungan penuh dari pemerintah dan swasta, sehingga tidak lagi terkendala
masalah pendanaan seperti yang dialami film JUMBO. Impian saya adalah melihat
bioskop-bioskop di Eropa, Amerika, dan Asia memutar film animasi karya anak
bangsa dengan bangga. Ketika suatu hari nanti ada anak kecil di Prancis yang
memakai kaos bergambar karakter animasi Indonesia, atau ketika serial animasi
kita trending di Netflix global, saat itulah kita bisa mengatakan bahwa animasi
Indonesia telah benar-benar go international. Dengan semangat pantang menyerah
dan kolaborasi antara kreator, pemerintah, dan masyarakat, saya yakin mimpi
besar ini bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan. Animasi Indonesia memang
pantas untuk bersinar di panggung dunia.
Industri animasi Indonesia menghadapi tantangan besar
dalam hal pendanaan dan dukungan pemerintah. Bersadarkan wawancara eksklusif
dengan Produser Jumbo, Anggia Kharisma di Harian Kompas (15 Januari 2023), film
animasi Jumbo (2023) yang menghabiskan biaya produksi Rp18,7 miliar hanya mampu
meraih pendapatan box office Rp9,2 miliar akibat alokasi promosi yang minim (3%
dari total budget), jauh di bawah standar industri 15-20%, sementara data FICMI
menunjukkan keterbatasan distribusi dengan penayangan hanya di 43 bioskop yang
turut mempengaruhi rendahnya jumlah penonton film Jumbo sering terkendala
minimnya sponsor dan pemasaran. Berbeda dengan Malaysia yang melalui FINAS
memberikan pendanaan penuh untuk kesuksesan Upin Ipin, Indonesia belum memiliki
kebijakan khusus yang mendukung industri animasi secara komprehensif.
Berdasarkan Laporan Tahunan FINAS Malaysia 2022 dan
dokumen resmi Les' Copaque Production, serial animasi *Upin & Ipin*
mengawali produksi musim pertamanya dengan anggaran RM6.5 juta (≈Rp22 miliar)
dimana 70% dana berasal dari subsidi pemerintah melalui FINAS - badan
pengembangan film nasional Malaysia. Strategi distribusinya yang agresif
berhasil menembus 12 negara Asia melalui dua saluran utama: TV Al-Hijrah
(Malaysia) sebagai platform lokal dan Disney Channel Asia untuk pasar regional.
Yang lebih menarik, Laporan Keuangan Les' Copaque 2021 mengungkap bahwa 40%
dari total pendapatan serial ini justru berasal dari penjualan merchandise,
melampaui pendapatan dari penayangan televisi (35%) dan lisensi konten (25%).
Model bisnis ini didukung kebijakan pemerintah Malaysia yang memberikan
insentif pajak hingga 30% untuk produksi konten kreatif bernuansa Islami,
sesuai karakter Upin & Ipin.
Persoalan lain yang menghalangi suksesnya film
animasi Indonesia adalah keterbatasan infrastruktur teknologi dan strategi
pemasaran. Banyak studio lokal masih mengandalkan proyek outsourcing asing
karena terbatasnya proyek dalam negeri dan kurangnya akses ke peralatan canggih
seperti render farm. Di sisi pemasaran, animasi Indonesia kalah bersaing dengan
produk global seperti Doraemon atau Barbie yang didukung strategi promosi
masif. Tanpa perbaikan di aspek-aspek krusial ini, akan sulit bagi animasi Indonesia
untuk bersaing di tingkat internasional.
Untuk mewujudkan potensi Indonesia sebagai pusat
produksi animasi kelas dunia, diperlukan serangkaian langkah konkret yang
menyeluruh. Beberapa strategi yang dapat di implementasikan. Pertama,
pemerintah perlu mengambil peran aktif dengan membentuk badan khusus semacam
FINAS Malaysia atau KOCCA Korea yang fokus pada pendanaan dan pengembangan
proyek animasi. Lembaga ini tidak hanya berfungsi sebagai penyedia dana, tetapi
juga sebagai fasilitator yang menghubungkan berbagai pemangku kepentingan.
Pemberian insentif pajak bagi studio animasi dan investor menjadi stimulus
penting, sementara integrasi industri animasi dalam program "Making
Indonesia 4.0" akan memastikan keselarasan dengan agenda pembangunan
nasional.
Kedua, kolaborasi strategis dengan sektor swasta
mutlak diperlukan. Studio lokal harus menjalin kemitraan dengan platform
streaming global seperti Netflix, Disney+, atau Amazon Prime untuk produksi
konten eksklusif. Di sisi lain, perusahaan teknologi dan e-commerce domestik
seperti Telkom, Gojek, atau Tokopedia dapat berperan sebagai sponsor sekaligus
mitra distribusi. Model kemitraan ini akan menciptakan ekosistem yang saling
menguntungkan antara kreator konten dan pelaku bisnis.
Ketiga, pengembangan SDM melalui pendidikan dan
pelatihan harus menjadi prioritas. Program beasiswa animasi perlu diperbanyak,
dilengkapi dengan kerja sama pertukaran pelajar dengan studio internasional
terkemuka. Pembangunan pusat inovasi seperti Bandung Techno Park khusus untuk
animasi akan menjadi wadah inkubasi yang ideal bagi startup kreatif. Pendidikan
vokasi yang link and match dengan kebutuhan industri juga penting untuk
memastikan lulusan siap kerja.
Keempat, penciptaan konten berkualitas dengan daya
tarik global memerlukan pendekatan khusus. Penggalian cerita lokal harus
dilakukan dengan sentuhan universal, mengikuti jejak kesuksesan Avatar: The
Last Airbender yang berhasil mengemas budaya Asia untuk konsumsi global.
Pembuatan karakter ikonik seperti Doraemon atau Hello Kitty versi Indonesia
bisa menjadi strategi jangka panjang untuk membangun brand recognition di pasar
internasional.
Kelima, aspek pemasaran memegang peranan krusial
dalam kesuksesan sebuah produksi animasi. Pemanfaatan media sosial secara
maksimal melalui kolaborasi dengan influencer dan konten kreator dapat
menciptakan buzz sebelum peluncuran. Pengembangan merchandise yang kreatif
tidak hanya menjadi sumber pendapatan tambahan, tetapi juga berfungsi sebagai
media promosi berkelanjutan. Strategi transmedia yang mengkombinasikan berbagai
platform konten akan memperluas jangkauan audiens. Kunci utamanya terletak pada
sinergi antara pemerintah sebagai regulator, industri sebagai pelaku, akademisi
sebagai penyedia SDM, dan masyarakat sebagai konsumen sekaligus kritikus.
Dengan pendekatan holistik ini, animasi Indonesia memiliki peluang nyata untuk
bersaing
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat Indonesia
sendiri juga merupakan aspek penting demi kelanjutan dan kesuksesan film
Animasi Indonesia, sebelum nantinya dapat melangkah ke kancah internasional.
Hal ini berarti bangsa Indonesia harus belajar mencintai, menghargai, dan
memberikan ruang bagi karya-karya buatan putra bangsa, bukan justru merendahkan
atau meremehkannya. Seperti yang terjadi pada film Jumbo, saat di dalam negeri
masih diterima secara kontroversial, justru masyarakat internasional memberikan
sambutan luar biasa, melontarkan pujian, dan terharu menyaksikan kisah yang
diangkat. Karena itu, dukungan dari masyarakat Indonesia sendiri menjadi
landasan penting agar film-film karya bangsa dapat terus tumbuh, berkarya, dan
bersinar, bukan hanya di mata bangsa sendiri, tapi juga di kancah dunia.
Indonesia memiliki semua potensi untuk menjadi pusat
animasi dunia, mulai dari kekayaan budaya, bakat kreatif, hingga pasar yang
besar. Namun, untuk mewujudkannya, diperlukan strategi terpadu yang meliputi
dukungan pemerintah melalui kebijakan dan pendanaan, kolaborasi industri dengan
platform global, pengembangan SDM berkualitas, penciptaan konten lokal bernilai
universal, serta pemasaran yang inovatif. Contoh kesuksesan negara tetangga
membuktikan bahwa transformasi ini mungkin dilakukan dengan komitmen kuat dan
ekosistem yang mendukung.
Dengan sinergi antara pemerintah, pelaku industri,
akademisi, dan masyarakat, animasi Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negeri
sendiri sekaligus bersaing di kancah global. Ini bukan hanya tentang industri
hiburan, melainkan juga peluang besar untuk diplomasi budaya dan penguatan
ekonomi kreatif. Saatnya Indonesia menulis babak baru sebagai produsen animasi
kelas dunia, bukan sekadar konsumen.
Oleh: Dinda Putri Lestari (20240110011_PBSIC-01 )
0 komentar:
Posting Komentar