Selasa, 01 Juli 2025

Aku Ingin Indonesia Mengembangkan Film Animasi Hingga Mampu Bersaing di Pasar Internasional


Indonesia memiliki kekayaan budaya, kreativitas, dan sumber daya manusia yang melimpah. Namun, industri animasi di Tanah Air masih belum mencapai potensi maksimalnya. Indonesia memiliki potensi besar untuk lebih mengembangkan Film Animasi agar bisa go internasional. Indonesia memiliki keunggulan luar biasa untuk menjadi produsen animasi kelas dunia, dimulai dari kekayaan budaya yang tak ternilai. Ribuan cerita rakyat seperti Sangkuriang, Malin Kundang, dan Roro Jonggrang bisa diangkat menjadi film animasi berkualitas global, mirip seperti kesuksesan Mulan yang diadaptasi Disney dari legenda negara Tiongkok. Selain itu, Indonesia memiliki banyak bakat animator muda yang sudah diakui internasional, Beberapa animator asal Indonesia yang turut andil dalam proses industri film Hollywood, yaitu Ronny Gani terlibat dalam memperindah visual dalam film Avengers: Endgame dari Marvel Studios selanjutnya adalah Rini Sugianto dengan terlibat dalam pembuatan film-film seperti The Hobbit: An Unexpected Journey (2012), Iron Man 3 (2013) Avengers: Age of Ultron (2015) dan sebagainya, masih banyak animator hebat lain seperti Griselda Sastrawinata, Reynold Tagore dan banyak animator ternama lainnya yang sudah sukses di kanca internasional.Data dalam tulisan ini diperoleh dari artikel berjudul 'Prestasi Anak Bangsa: Animator Indonesia Diakui Dunia Perfilman Hollywood' yang diterbitkan oleh Fimela.com.

 

Lembaga pendidikan seperti STMIK Bina Nusantara dan Institut Kesenian Jakarta juga terus mencetak generasi animator berbakat, membuktikan bahwa SDM Indonesia tidak kalah bersaing. Dukungan pasar dan teknologi semakin memperkuat peluang ini. Dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa didominasi generasi muda yang gemar menonton animasi Indonesia menjadi pasar potensial bagi industri kreatif. Data We Are Social (2023) menunjukkan 73% penduduk aktif mengonsumsi konten digital, termasuk animasi, menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia memiliki 270,2 juta penduduk (2022), dengan 53,8% berusia di bawah 30 tahun yang dimana isinya generasi potensial penonton animasi.   Di sisi lain, kemajuan teknologi seperti software Blender dan Adobe Animate memungkinkan studio kecil menghasilkan karya berkualitas dengan biaya terjangkau. Kombinasi antara sumber daya kreatif, pasar besar, dan teknologi mutakhir ini membuka jalan bagi animasi Indonesia untuk bersaing di kancah global. industri animasi Tanah Air sebenarnya mampu bersaing dengan karya-karya global seperti Upin Ipin dari Malaysia, Disney dan Barbie dari Amerika dan

Doraemon dari Jepang. Namun, tantangan utama yang dihadapi, seperti terlihat pada film JUMBO yang baru-baru ini tayang di bioskop, adalah keterbatasan pendanaan. Padahal, respons positif penonton membuktikan bahwa animasi Indonesia memiliki kualitas yang bisa dikembangkan lebih jauh. Berdasarkan informasi dari Cinema XXI Report, 2023 Film Jumbo yang baru baru ini tayang di bioskop kalah bersaing dengan film Marvel yang dirilis berdekatan 

 

Melihat kesuksesan negara-negara lain dalam mengekspor konten animasi mereka, Indonesia sebenarnya memiliki peluang besar untuk melakukan hal serupa. Namun, diperlukan langkah-langkah strategis, dukungan kebijakan, dan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan lembaga pendidikan untuk mewujudkannya.Saya memiliki harapan besar bahwa suatu hari nanti, animasi Indonesia akan menjadi tontonan wajib bagi penonton global, layaknya film-film Disney atau serial anime Jepang. Saya membayangkan karakter ikonik buatan anak negeri, seperti Jumbo si gajah atau tokoh-tokoh dari cerita rakyat kita, bisa dikenal dan dicintai anak-anak di seluruh dunia. Dengan kekayaan budaya yang kita miliki, seharusnya Indonesia mampu menciptakan kisah-kisah universal yang tidak hanya menghibur, tetapi juga memperkenalkan keindahan Nusantara kepada dunia.  

 

Saya juga berharap industri animasi lokal mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah dan swasta, sehingga tidak lagi terkendala masalah pendanaan seperti yang dialami film JUMBO. Impian saya adalah melihat bioskop-bioskop di Eropa, Amerika, dan Asia memutar film animasi karya anak bangsa dengan bangga. Ketika suatu hari nanti ada anak kecil di Prancis yang memakai kaos bergambar karakter animasi Indonesia, atau ketika serial animasi kita trending di Netflix global, saat itulah kita bisa mengatakan bahwa animasi Indonesia telah benar-benar go international. Dengan semangat pantang menyerah dan kolaborasi antara kreator, pemerintah, dan masyarakat, saya yakin mimpi besar ini bukanlah hal yang mustahil untuk diwujudkan. Animasi Indonesia memang pantas untuk bersinar di panggung dunia.

 

Industri animasi Indonesia menghadapi tantangan besar dalam hal pendanaan dan dukungan pemerintah. Bersadarkan wawancara eksklusif dengan Produser Jumbo, Anggia Kharisma di Harian Kompas (15 Januari 2023), film animasi Jumbo (2023) yang menghabiskan biaya produksi Rp18,7 miliar hanya mampu meraih pendapatan box office Rp9,2 miliar akibat alokasi promosi yang minim (3% dari total budget), jauh di bawah standar industri 15-20%, sementara data FICMI menunjukkan keterbatasan distribusi dengan penayangan hanya di 43 bioskop yang turut mempengaruhi rendahnya jumlah penonton film Jumbo sering terkendala minimnya sponsor dan pemasaran. Berbeda dengan Malaysia yang melalui FINAS memberikan pendanaan penuh untuk kesuksesan Upin Ipin, Indonesia belum memiliki kebijakan khusus yang mendukung industri animasi secara komprehensif.

 

Berdasarkan Laporan Tahunan FINAS Malaysia 2022 dan dokumen resmi Les' Copaque Production, serial animasi *Upin & Ipin* mengawali produksi musim pertamanya dengan anggaran RM6.5 juta (≈Rp22 miliar) dimana 70% dana berasal dari subsidi pemerintah melalui FINAS - badan pengembangan film nasional Malaysia. Strategi distribusinya yang agresif berhasil menembus 12 negara Asia melalui dua saluran utama: TV Al-Hijrah (Malaysia) sebagai platform lokal dan Disney Channel Asia untuk pasar regional. Yang lebih menarik, Laporan Keuangan Les' Copaque 2021 mengungkap bahwa 40% dari total pendapatan serial ini justru berasal dari penjualan merchandise, melampaui pendapatan dari penayangan televisi (35%) dan lisensi konten (25%). Model bisnis ini didukung kebijakan pemerintah Malaysia yang memberikan insentif pajak hingga 30% untuk produksi konten kreatif bernuansa Islami, sesuai karakter Upin & Ipin.

 

Persoalan lain yang menghalangi suksesnya film animasi Indonesia adalah keterbatasan infrastruktur teknologi dan strategi pemasaran. Banyak studio lokal masih mengandalkan proyek outsourcing asing karena terbatasnya proyek dalam negeri dan kurangnya akses ke peralatan canggih seperti render farm. Di sisi pemasaran, animasi Indonesia kalah bersaing dengan produk global seperti Doraemon atau Barbie yang didukung strategi promosi masif. Tanpa perbaikan di aspek-aspek krusial ini, akan sulit bagi animasi Indonesia untuk bersaing di tingkat internasional.

 

Untuk mewujudkan potensi Indonesia sebagai pusat produksi animasi kelas dunia, diperlukan serangkaian langkah konkret yang menyeluruh. Beberapa strategi yang dapat di implementasikan. Pertama, pemerintah perlu mengambil peran aktif dengan membentuk badan khusus semacam FINAS Malaysia atau KOCCA Korea yang fokus pada pendanaan dan pengembangan proyek animasi. Lembaga ini tidak hanya berfungsi sebagai penyedia dana, tetapi juga sebagai fasilitator yang menghubungkan berbagai pemangku kepentingan. Pemberian insentif pajak bagi studio animasi dan investor menjadi stimulus penting, sementara integrasi industri animasi dalam program "Making Indonesia 4.0" akan memastikan keselarasan dengan agenda pembangunan nasional.

 

Kedua, kolaborasi strategis dengan sektor swasta mutlak diperlukan. Studio lokal harus menjalin kemitraan dengan platform streaming global seperti Netflix, Disney+, atau Amazon Prime untuk produksi konten eksklusif. Di sisi lain, perusahaan teknologi dan e-commerce domestik seperti Telkom, Gojek, atau Tokopedia dapat berperan sebagai sponsor sekaligus mitra distribusi. Model kemitraan ini akan menciptakan ekosistem yang saling menguntungkan antara kreator konten dan pelaku bisnis.

 

Ketiga, pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan harus menjadi prioritas. Program beasiswa animasi perlu diperbanyak, dilengkapi dengan kerja sama pertukaran pelajar dengan studio internasional terkemuka. Pembangunan pusat inovasi seperti Bandung Techno Park khusus untuk animasi akan menjadi wadah inkubasi yang ideal bagi startup kreatif. Pendidikan vokasi yang link and match dengan kebutuhan industri juga penting untuk memastikan lulusan siap kerja.

 

Keempat, penciptaan konten berkualitas dengan daya tarik global memerlukan pendekatan khusus. Penggalian cerita lokal harus dilakukan dengan sentuhan universal, mengikuti jejak kesuksesan Avatar: The Last Airbender yang berhasil mengemas budaya Asia untuk konsumsi global. Pembuatan karakter ikonik seperti Doraemon atau Hello Kitty versi Indonesia bisa menjadi strategi jangka panjang untuk membangun brand recognition di pasar internasional.

 

Kelima, aspek pemasaran memegang peranan krusial dalam kesuksesan sebuah produksi animasi. Pemanfaatan media sosial secara maksimal melalui kolaborasi dengan influencer dan konten kreator dapat menciptakan buzz sebelum peluncuran. Pengembangan merchandise yang kreatif tidak hanya menjadi sumber pendapatan tambahan, tetapi juga berfungsi sebagai media promosi berkelanjutan. Strategi transmedia yang mengkombinasikan berbagai platform konten akan memperluas jangkauan audiens. Kunci utamanya terletak pada sinergi antara pemerintah sebagai regulator, industri sebagai pelaku, akademisi sebagai penyedia SDM, dan masyarakat sebagai konsumen sekaligus kritikus. Dengan pendekatan holistik ini, animasi Indonesia memiliki peluang nyata untuk bersaing

 

 

 

Partisipasi dan dukungan dari masyarakat Indonesia sendiri juga merupakan aspek penting demi kelanjutan dan kesuksesan film Animasi Indonesia, sebelum nantinya dapat melangkah ke kancah internasional. Hal ini berarti bangsa Indonesia harus belajar mencintai, menghargai, dan memberikan ruang bagi karya-karya buatan putra bangsa, bukan justru merendahkan atau meremehkannya. Seperti yang terjadi pada film Jumbo, saat di dalam negeri masih diterima secara kontroversial, justru masyarakat internasional memberikan sambutan luar biasa, melontarkan pujian, dan terharu menyaksikan kisah yang diangkat. Karena itu, dukungan dari masyarakat Indonesia sendiri menjadi landasan penting agar film-film karya bangsa dapat terus tumbuh, berkarya, dan bersinar, bukan hanya di mata bangsa sendiri, tapi juga di kancah dunia.

 

Indonesia memiliki semua potensi untuk menjadi pusat animasi dunia, mulai dari kekayaan budaya, bakat kreatif, hingga pasar yang besar. Namun, untuk mewujudkannya, diperlukan strategi terpadu yang meliputi dukungan pemerintah melalui kebijakan dan pendanaan, kolaborasi industri dengan platform global, pengembangan SDM berkualitas, penciptaan konten lokal bernilai universal, serta pemasaran yang inovatif. Contoh kesuksesan negara tetangga membuktikan bahwa transformasi ini mungkin dilakukan dengan komitmen kuat dan ekosistem yang mendukung.

 

Dengan sinergi antara pemerintah, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat, animasi Indonesia bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri sekaligus bersaing di kancah global. Ini bukan hanya tentang industri hiburan, melainkan juga peluang besar untuk diplomasi budaya dan penguatan ekonomi kreatif. Saatnya Indonesia menulis babak baru sebagai produsen animasi kelas dunia, bukan sekadar konsumen. 

Oleh: Dinda Putri Lestari (20240110011_PBSIC-01 )


0 komentar:

Posting Komentar

Aku Ingin Masyarakat Indonesia Serius Mengikis Pembajakan Buku

  Pendahuluan   Obral buku bajakan akan tetap laris terutama ketika harga buku asli dirasa begitu mencekik. Situasi ini kerap dialami ol...