Selasa, 01 Juli 2025

Aku ingin Indonesia menjadi negara maju melalui: Potensi Alam dalam Industri Baterai EV

            Indonesia merupakan negri yang diberkahi oleh kekayaan alam. Terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudra (Samudra Pasifik dan Samudra Hindia) dan letak geografis yang strategis, faktor tersebut menjadikan Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang sangat luar biasa, Sumber daya alam seperti tambang, hutan, laut, serta energi terbarukan merupkan kekayaan alam yang menjadikan indinesia menjadi negara yang sangat menjajikan di dunia ini. Namun, diperlukan kekuatan, Kekompakan serta keinginan warga masyarakat untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang maju.

            Dengan mempunyai kekayaan alam yang sangat melimpah, Indonesia memiliki Potensi yang sangat besar untuk membangun dan mengembagkan industri Kendaraan listrik (EV) dan baterai nya. Berdasarkan data dari kementrian Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ), Indonesia menguasai 30%  cadangan nikel dunia, bahan baku baterai EV, Jumlahnya setara dengan 21 Juta ton. Namun nikel bukan satu-satunya kekayaan alam yang mendukung, Tanah Air menyimpan cadangan besar bahan baku lain nya,  seperti 1,2 milian ton aluminium, 51 juta ton tembaga dan 43 juta ton manga. Dengan memiliki kekayaan bahan baku ini, Indonesia tidak hanya mampu memasok nikel, tetapi juga indonesia dapat membangun sebuah ekosistem industri baterai, Menurut sumber dari Katadata.co.id “Potensi Alam Indonesia Untuk Bangun Industri Baterai

 

Nama Data

Nilai

Aluminium

1,2 Miliar

Tembaga

51 Juta

Mangan

43 Juta

Nikel

21 Juta


Potensi ini mendorong pemerintah untuk dapat mengeambangkan industri baterai EV sebagai prioritas nasional, Serta menutup Ekspor bahan mentah dan lebih memfokuskan kepada membangun sebuah pabrik sel baterai dan membangun sebuah ekosistem pendukung.

Dengan potensi Indonesia mengembangkan sumber daya alam untuk industri Baterai EV mengharapkan Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara maju di dunia di sektor teknnologi dan transportasi berkelanjutan. Berkaca pada Korea Selatan dalam kembangkan industri baterai EV, Selama semester pertama 2021, ekspor baterai isi ulang Korea Selatan naik hingga 24,1 persen menjadi sekitar 4,3 miliar dolar AS. Pada bulan Juni saja, volume melonjak 47,6 persen menjadi 755 juta dolar AS, hal itu sejalan dengan semakin meningkatnya permintaan global untuk kendaraan listrik dan kebijakan ramah lingkungan Washington.Korea Selatan, telah meluncurkan satu set blueprint untuk menumbuhkan mesin pertumbuhan kunci dan penjepit untuk pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Diharapkan juga Indonesia dapat mengikuti jejak Korea Selatan dalam kembangkan Baterai EV, Karena dapat membantu menaikan ekonomi negara 

Untuk mengikuti jejak Korea Selatan di industri Baterai Ev, indonesia harus membangun sebuah Ekosistem baterai EV untuk menjadi sebuah langkah stategis masa depan energi dan transportasi yang berkelanjutan. Proses ini dimulai dari potensi besar yang sudah kita miliki: kekayaan sumber daya alam seperti nikel, tembaga, dan mangan. Daripada terus mengekspor bahan mentah, Indonesia perlu berfokus pada hilirisasi—mengolah hasil tambang menjadi bahan baku yang bernilai tinggi seperti MHP dan precursor yang bisa langsung digunakan dalam pembuatan baterai. Untuk itu, pembangunan smelter dan fasilitas pengolahan harus dipercepat, dengan tetap menjaga prinsip lingkungan dan keberlanjutan.

Setelah bahan baku tersedia, langkah berikutnya adalah menciptakan industri antara yang kuat—tempat bahan-bahan tersebut diolah menjadi komponen baterai seperti katoda dan anoda. Ini membutuhkan kolaborasi dengan mitra internasional, tapi juga penguatan kapasitas lokal, baik dari sisi teknologi maupun sumber daya manusia. Pemerintah perlu hadir sebagai fasilitator: memberikan insentif, menyederhanakan regulasi, dan memastikan bahwa hasil kerja keras industri ini bisa terserap di dalam negeri. Salah satunya lewat pembangunan pabrik sel baterai dan modul, yang bisa dipasok langsung ke produsen kendaraan listrik di Indonesia. Jika bisa dilakukan dengan pendekatan gotong royong antara BUMN, swasta, dan mitra asing, Indonesia punya peluang besar untuk menjadi pemain global.

Namun, ekosistem tidak akan lengkap tanpa infrastruktur pendukung yang memadai. Stasiun pengisian daya, tempat penukaran baterai, hingga standar keamanan yang jelas adalah hal-hal mendasar yang harus dikembangkan bersama. Kita juga harus memikirkan akhir dari siklus hidup baterai—bagaimana limbahnya ditangani, bagaimana logam-logam berharga bisa didaur ulang, dan bagaimana semua ini bisa dilakukan tanpa merusak lingkungan. Di sinilah konsep ekonomi sirkular berperan penting.

Semua upaya ini harus ditopang oleh kebijakan yang solid dan terkoordinasi. Tidak cukup hanya satu kementerian yang bergerak, tetapi harus ada kerja sama lintas sektor, dengan satu visi: menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi baterai EV yang berdaya saing global. Di saat yang sama, kita juga perlu menyiapkan sumber daya manusianya—melalui riset, pendidikan vokasi, dan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan industri. Jika semua ini berjalan beriringan, maka industri baterai EV bukan hanya menjadi sumber ekonomi baru bagi Indonesia, tetapi juga simbol transformasi energi kita menuju masa depan yang lebih bersih dan mandiri



Meskipun ekosistem industri Baterai EV di Indonesia memiiki potensi yang besar, tantangan dalam pengembangan tetap ada. Salah satu tantangan utama adalah kebutuhan teknologi canggih dalam pemurnian dan hilirisasi mineral. Hilirisasi memerlukan investasi besar dan teknologi tinggi, yang belum sepenuhnya dikuasai oleh Indonesia, untuk mengatasi permasalahan ini pemerintah seharusnya melakukan kerjasama kepada pihak asung yang meiliki keahlian dan pengalaman terhadap dunia teknologi.

Selain Tantangan di sektor teknologi Indonesia memiliki tantangan besar lain nya yaitu dari tenaga kerja dan sdm, belum banyak teknisi, hingga operator yang memiliki keahlian khusus di bidang baterai EV, Tantangan ini dapat dihadapi dan diatasi dengan Pengembangan SDM dan Pendidikan, Kemitraan antara dunia Industri, Kementrian Pendidikan, dan balai pelatihan kerja harus diperkuat. Kurikulum yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan baterai dan EV.

Indonesia memiliki modal besar untuk menjadi pemain kunci dalam industri baterai kendaraan listrik (EV) dunia, berkat kekayaan sumber daya alam seperti nikel, tembaga, dan mangan. Letak geografis yang strategis dan potensi cadangan mineral yang melimpah menempatkan Indonesia dalam posisi yang sangat menjanjikan. Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut, dibutuhkan komitmen kuat dari seluruh elemen bangsa—pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat.

Langkah utama yang harus diambil adalah membangun ekosistem industri baterai EV yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Mulai dari hilirisasi bahan tambang menjadi komponen bernilai tinggi seperti MHP dan precursor, penguatan industri antara, pembangunan pabrik sel dan modul baterai, hingga pengembangan infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian daya dan sistem daur ulang. Dalam proses ini, penting untuk menjunjung tinggi prinsip keberlanjutan dan keberpihakan pada lingkungan.

Meskipun, Indonesia menghadapi tantangan besar, khususnya dalam penguasaan teknologi dan ketersediaan SDM yang mumpuni. Untuk itu, diperlukan strategi kolaboratif dengan mitra internasional, penguatan riset dan inovasi, serta reformasi pendidikan dan pelatihan vokasi. Jika semua elemen ini dapat berjalan selaras dan terkoordinasi, maka industri baterai EV tidak hanya akan menjadi pilar baru ekonomi nasional, tetapi juga simbol transisi Indonesia menuju energi bersih dan masa depan yang berkelanjutan.

Oleh: Rizkia Putra Asihan (20240110045_PBSI-01)

0 komentar:

Posting Komentar

Aku Ingin Masyarakat Indonesia Serius Mengikis Pembajakan Buku

  Pendahuluan   Obral buku bajakan akan tetap laris terutama ketika harga buku asli dirasa begitu mencekik. Situasi ini kerap dialami ol...