Indonesia merupakan negri yang diberkahi
oleh kekayaan alam. Terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua
samudra (Samudra Pasifik dan Samudra Hindia) dan letak geografis yang
strategis, faktor tersebut menjadikan Indonesia memiliki potensi sumber daya
alam yang sangat luar biasa, Sumber daya alam seperti tambang, hutan, laut,
serta energi terbarukan merupkan kekayaan alam yang menjadikan indinesia
menjadi negara yang sangat menjajikan di dunia ini. Namun, diperlukan kekuatan,
Kekompakan serta keinginan warga masyarakat untuk menjadikan Indonesia sebagai
negara yang maju.
Dengan
mempunyai kekayaan alam yang sangat melimpah, Indonesia memiliki Potensi yang
sangat besar untuk membangun dan mengembagkan industri Kendaraan listrik (EV)
dan baterai nya. Berdasarkan data dari kementrian Badan Usaha Milik Negara (
BUMN ), Indonesia menguasai 30% cadangan
nikel dunia, bahan baku baterai EV, Jumlahnya setara dengan 21 Juta ton. Namun
nikel bukan satu-satunya kekayaan alam yang mendukung, Tanah Air menyimpan
cadangan besar bahan baku lain nya,
seperti 1,2 milian ton aluminium, 51 juta ton tembaga dan 43 juta ton
manga. Dengan memiliki kekayaan bahan baku ini, Indonesia tidak hanya mampu
memasok nikel, tetapi juga indonesia dapat membangun sebuah ekosistem industri
baterai, Menurut sumber dari Katadata.co.id “Potensi Alam Indonesia Untuk
Bangun Industri Baterai”
Nama Data
|
Nilai
|
Aluminium
|
1,2 Miliar
|
Tembaga
|
51 Juta
|
Mangan
|
43 Juta
|
Nikel
|
21 Juta
|
Potensi ini
mendorong pemerintah untuk dapat mengeambangkan industri baterai EV sebagai
prioritas nasional, Serta menutup Ekspor bahan mentah dan lebih memfokuskan
kepada membangun sebuah pabrik sel baterai dan membangun sebuah ekosistem pendukung.
Dengan potensi
Indonesia mengembangkan sumber daya alam untuk industri Baterai EV mengharapkan
Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara maju di dunia di sektor
teknnologi dan transportasi berkelanjutan. Berkaca pada Korea Selatan dalam
kembangkan industri baterai EV,
Selama semester pertama 2021, ekspor baterai isi ulang Korea Selatan naik
hingga 24,1 persen menjadi sekitar 4,3 miliar dolar AS. Pada bulan Juni saja,
volume melonjak 47,6 persen menjadi 755 juta dolar AS, hal itu sejalan dengan
semakin meningkatnya permintaan global untuk kendaraan listrik dan kebijakan
ramah lingkungan Washington.Korea Selatan, telah meluncurkan satu set blueprint untuk
menumbuhkan mesin pertumbuhan kunci dan penjepit untuk pemulihan ekonomi
pasca-pandemi. Diharapkan juga Indonesia dapat mengikuti jejak Korea
Selatan dalam kembangkan Baterai EV, Karena dapat membantu menaikan ekonomi
negara
Untuk mengikuti jejak Korea
Selatan di industri Baterai Ev, indonesia harus membangun sebuah Ekosistem baterai
EV untuk menjadi sebuah langkah stategis masa depan energi dan transportasi
yang berkelanjutan. Proses ini dimulai dari potensi besar yang sudah kita
miliki: kekayaan sumber daya alam seperti nikel, tembaga, dan mangan. Daripada
terus mengekspor bahan mentah, Indonesia perlu berfokus pada
hilirisasi—mengolah hasil tambang menjadi bahan baku yang bernilai tinggi
seperti MHP dan precursor yang bisa langsung digunakan dalam pembuatan baterai.
Untuk itu, pembangunan smelter dan fasilitas pengolahan harus dipercepat,
dengan tetap menjaga prinsip lingkungan dan keberlanjutan.
Setelah bahan baku tersedia,
langkah berikutnya adalah menciptakan industri antara yang kuat—tempat
bahan-bahan tersebut diolah menjadi komponen baterai seperti katoda dan anoda.
Ini membutuhkan kolaborasi dengan mitra internasional, tapi juga penguatan
kapasitas lokal, baik dari sisi teknologi maupun sumber daya manusia.
Pemerintah perlu hadir sebagai fasilitator: memberikan insentif,
menyederhanakan regulasi, dan memastikan bahwa hasil kerja keras industri ini
bisa terserap di dalam negeri. Salah satunya lewat pembangunan pabrik sel
baterai dan modul, yang bisa dipasok langsung ke produsen kendaraan listrik di
Indonesia. Jika bisa dilakukan dengan pendekatan gotong royong antara BUMN,
swasta, dan mitra asing, Indonesia punya peluang besar untuk menjadi pemain
global.
Namun, ekosistem tidak akan
lengkap tanpa infrastruktur pendukung yang memadai. Stasiun pengisian daya,
tempat penukaran baterai, hingga standar keamanan yang jelas adalah hal-hal
mendasar yang harus dikembangkan bersama. Kita juga harus memikirkan akhir dari
siklus hidup baterai—bagaimana limbahnya ditangani, bagaimana logam-logam
berharga bisa didaur ulang, dan bagaimana semua ini bisa dilakukan tanpa
merusak lingkungan. Di sinilah konsep ekonomi sirkular berperan penting.
Semua upaya ini harus ditopang oleh kebijakan
yang solid dan terkoordinasi. Tidak cukup hanya satu kementerian yang bergerak,
tetapi harus ada kerja sama lintas sektor, dengan satu visi: menjadikan
Indonesia sebagai pusat produksi baterai EV yang berdaya saing global. Di saat
yang sama, kita juga perlu menyiapkan sumber daya manusianya—melalui riset,
pendidikan vokasi, dan pelatihan yang relevan dengan kebutuhan industri. Jika
semua ini berjalan beriringan, maka industri baterai EV bukan hanya menjadi
sumber ekonomi baru bagi Indonesia, tetapi juga simbol transformasi energi kita
menuju masa depan yang lebih bersih dan mandiri

Meskipun
ekosistem industri Baterai EV di Indonesia memiiki potensi yang besar, tantangan dalam pengembangan tetap ada.
Salah satu tantangan utama adalah kebutuhan teknologi canggih dalam pemurnian
dan hilirisasi mineral. Hilirisasi memerlukan investasi besar dan teknologi
tinggi, yang belum sepenuhnya dikuasai oleh Indonesia, untuk mengatasi
permasalahan ini pemerintah seharusnya melakukan kerjasama kepada pihak asung
yang meiliki keahlian dan pengalaman terhadap dunia teknologi.
Selain Tantangan di sektor teknologi Indonesia memiliki
tantangan besar lain nya yaitu dari tenaga kerja dan sdm, belum banyak teknisi,
hingga operator yang memiliki keahlian khusus di bidang baterai EV, Tantangan
ini dapat dihadapi dan diatasi dengan Pengembangan SDM dan Pendidikan,
Kemitraan antara dunia Industri, Kementrian Pendidikan, dan balai pelatihan
kerja harus diperkuat. Kurikulum yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan
baterai dan EV.
Indonesia memiliki modal besar
untuk menjadi pemain kunci dalam industri baterai kendaraan listrik (EV) dunia,
berkat kekayaan sumber daya alam seperti nikel, tembaga, dan mangan. Letak geografis
yang strategis dan potensi cadangan mineral yang melimpah menempatkan Indonesia
dalam posisi yang sangat menjanjikan. Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut,
dibutuhkan komitmen kuat dari seluruh elemen bangsa—pemerintah, industri,
akademisi, dan masyarakat.
Langkah utama yang harus
diambil adalah membangun ekosistem industri baterai EV yang terintegrasi dari
hulu ke hilir. Mulai dari hilirisasi bahan tambang menjadi komponen bernilai
tinggi seperti MHP dan precursor, penguatan industri antara, pembangunan pabrik
sel dan modul baterai, hingga pengembangan infrastruktur pendukung seperti
stasiun pengisian daya dan sistem daur ulang. Dalam proses ini, penting untuk
menjunjung tinggi prinsip keberlanjutan dan keberpihakan pada lingkungan.
Meskipun, Indonesia menghadapi
tantangan besar, khususnya dalam penguasaan teknologi dan ketersediaan SDM yang
mumpuni. Untuk itu, diperlukan strategi kolaboratif dengan mitra internasional,
penguatan riset dan inovasi, serta reformasi pendidikan dan pelatihan vokasi.
Jika semua elemen ini dapat berjalan selaras dan terkoordinasi, maka industri
baterai EV tidak hanya akan menjadi pilar baru ekonomi nasional, tetapi juga
simbol transisi Indonesia menuju energi bersih dan masa depan yang
berkelanjutan.
Oleh: Rizkia Putra Asihan (20240110045_PBSI-01)
0 komentar:
Posting Komentar