Jumat, 04 Juli 2025

Aku Ingin Indonesia Menjadi Pusat Ekonomi Digital Di Dunia

Indonesia bukan sekadar negeri kepulauan dengan kekayaan alam yang luar biasa. Ia adalah rumah bagi ratusan juta jiwa dengan latar belakang berbeda, tapi punya semangat yang sama: gotong royong, pantang menyerah, dan kreatif dalam keterbatasan. Nilai-nilai inilah yang membuat Indonesia punya peluang besar di era digital. Dalam dunia yang semakin terhubung lewat teknologi, ]saya membayangkan Indonesia bukan hanya menjadi konsumen, tapi juga menjadi pusat ekonomi digital dunia yang membawa semangat Pancasila ke panggung global.

Optimisme ini bukan tanpa dasar. Berdasarkan laporan Google, Temasek, dan Bain & Company, potensi ekonomi digital Indonesia diprediksi mencapai US$146 miliar pada tahun 2025, naik lebih dari dua kali lipat dibanding tahun 2021 yang sebesar US$70 miliar. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Bandingkan saja dengan Vietnam dan Thailand yang masing-masing diproyeksikan mencapai US$57 dan US$56 miliar. Bahkan Singapura, yang selama ini dikenal sebagai pusat teknologi regional, hanya tumbuh dari US$15 miliar menjadi US$27 miliar.

Nama Data

2021

2025

Singapura

15

27

Malaysia

21

35

Filipina

17

40

Thailand

30

36

Vietnam

21

57

Indonesia

70

146

 

Apa yang mendorong pertumbuhan ini? Studi dari CELIOS bersama Pluang menyebutkan faktor-faktor seperti hadirnya aplikasi investasi ritel, platform pembayaran yang mudah diakses, sistem referral yang menarik, dan biaya transaksi yang rendah. Kombinasi ini membuat lebih banyak orang bisa terlibat dalam ekosistem digital.

Pertumbuhan ini bukan hanya angka, tetapi juga menjadi gambaran nyata bahwa Indonesia memiliki daya dorong untuk mengambil peran lebih besar di panggung dunia digital. Yang menjadi harapan kini adalah, Indonesia tidak sekadar menjadi pemain regional, tetapi menjadi pusat inovasi digital yang diakui secara global di mana ide-ide baru, teknologi baru, dan model bisnis baru lahir, dan memengaruhi dunia.

Untuk mencapai harapan itu, Indonesia harus menata diri dengan tekun. Perjalanan ini tidak singkat, namun bisa dicapai bila semua sektor bergerak serempak. Langkah pertama yang harus ditempuh adalah memastikan adanya regulasi yang jelas dan berpihak pada inovasi. Dunia digital adalah dunia yang cepat berubah, dan hukum harus mampu menyesuaikan diri tanpa membatasi kreativitas pelaku usaha. Regulasi yang mendorong keterbukaan data, perlindungan privasi, keamanan siber, serta ekosistem pembayaran digital akan menjadi dasar yang kokoh dalam membangun kepercayaan dan iklim usaha yang sehat.

Langkah berikutnya adalah membangun infrastruktur digital yang merata dan andal. Konektivitas internet cepat harus tersedia tidak hanya di kota besar, tetapi juga hingga pelosok desa. Pusat data nasional, jaringan 5G, dan sistem komputasi awan harus dikembangkan agar para inovator digital bisa bekerja tanpa batas. Dengan konektivitas yang kuat, semua lapisan masyarakat dapat ikut serta dalam ekonomi digital, tidak ada lagi kesenjangan antara pusat dan pinggiran.

Namun infrastruktur tanpa sumber daya manusia tidak akan cukup. Maka, pendidikan dan pelatihan menjadi jantung perubahan. Anak-anak muda Indonesia harus dilatih agar mampu menjadi pencipta teknologi, bukan hanya pengguna. Kurikulum sekolah harus memasukkan literasi digital sejak dini, universitas harus membangun kemitraan dengan industri, dan pelatihan teknologi harus tersedia luas bagi masyarakat umum. Semakin banyak orang yang paham teknologi, semakin kuat pula daya saing bangsa.

Setelah talenta disiapkan, ruang tumbuh harus disediakan. Startup dan perusahaan rintisan perlu diberi akses terhadap pendanaan, inkubasi ide, dan pasar yang terbuka. Pemerintah bisa memfasilitasi pendanaan awal, mengurangi hambatan perizinan, dan memberikan ruang eksperimen bagi inovasi baru. Dalam ekosistem seperti ini, perusahaan teknologi Indonesia bisa berkembang tanpa harus hengkang ke luar negeri.

Jika semuanya terbangun, regulasi yang mendukung, infrastruktur yang kokoh, talenta yang siap, dan iklim inovasi yang sehat, Indonesia bisa memulai langkah ekspansi. Produk-produk digital lokal dapat menembus pasar internasional. Layanan keuangan digital, edukasi berbasis teknologi, aplikasi pertanian dan kesehatan, bahkan sistem logistik pintar, semuanya bisa menjadi ekspor unggulan baru. Inilah momen ketika Indonesia tidak hanya memanfaatkan teknologi, tapi menjadi pencipta teknologi yang dibutuhkan oleh negara lain.

Menjadi pusat ekonomi digital dunia berarti menjadi tempat di mana teknologi dibuat, talenta diasah, dan perubahan dimulai. Ini bukan soal siapa yang paling cepat, tapi siapa yang paling siap. Indonesia, dengan semangat kolaborasi dan gotong royong, dengan sejarah adaptasi dan perjuangan, bisa mencapai tujuan ini jika semua pihak pemerintah, swasta, pendidikan, dan masyarakat bergerak dalam satu irama.

Di tengah transformasi global, harapan Indonesia tidak lagi sebatas menjadi pengguna tren, tetapi menjadi pencipta tren. Menjadi pusat ekonomi digital dunia bukanlah mimpi di angan, tapi jalan yang sedang dibuka, satu per satu, oleh tangan-tangan anak bangsa yang percaya bahwa masa depan bisa diciptakan, bukan hanya ditunggu.


Gambar 1. Langkah Strategis Menuju Pusat Ekonomi Digital Dunia

Namun, mewujudkan Indonesia sebagai pusat ekonomi digital dunia bukanlah jalan yang mudah. Tantangan yang dihadapi masih kompleks dan berlapis. Salah satu hambatan utama adalah kesenjangan infrastruktur digital antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Meskipun kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya sudah menikmati jaringan internet cepat, banyak daerah tertinggal yang belum merasakan akses digital secara memadai. Kondisi ini memperlebar jurang ketimpangan digital yang berdampak langsung pada keterbatasan peluang masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital.

Di sisi lain, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang teknologi juga masih menjadi tantangan serius. Minimnya talenta digital yang siap kerja serta rendahnya literasi digital di kalangan masyarakat, termasuk pelaku UMKM, menyulitkan proses adaptasi terhadap teknologi baru. Hal ini diperparah dengan lemahnya sistem pendidikan yang belum sepenuhnya responsif terhadap perkembangan kebutuhan industri digital global.

Tidak hanya itu, regulasi yang belum sepenuhnya adaptif juga menjadi batu sandungan. Banyak kebijakan yang masih ketinggalan zaman dan belum bisa mengikuti kecepatan inovasi teknologi, terutama dalam hal perlindungan data, pajak digital, hingga perizinan startup. Selain itu, daya saing startup lokal pun masih dibayang-bayangi dominasi perusahaan asing yang lebih mapan dari segi modal dan teknologi.

Meski begitu, segala tantangan tersebut bukanlah alasan untuk berhenti bermimpi. Justru dari kompleksitas inilah lahir semangat baru untuk berbenah. Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dari populasi besar yang melek teknologi, pasar digital yang luas, hingga semangat kewirausahaan anak mudanya yang tak pernah padam. Jika semua elemen bangsa, dari pemerintah hingga pelaku usaha, dari pendidik hingga masyarakat luas, mampu bersinergi dan menghadirkan ekosistem digital yang inklusif, maka mimpi besar ini bukan mustahil untuk dicapai.

Pada akhirnya, menjadi pusat ekonomi digital dunia bukan hanya tentang keunggulan teknologi, melainkan tentang bagaimana kita bisa membangun sebuah ekosistem yang memberdayakan semua pihak. Dari kota besar hingga desa terpencil, dari startup inovatif hingga UMKM lokal, semuanya harus terhubung dalam satu semangat: menjadikan Indonesia bukan hanya pengguna teknologi, tapi pencipta masa depan digital yang berdaulat, inklusif, dan membanggakan di mata dunia.


Oleh: Fawwaz Dinar Nugraha (20240110026_PBSIC-02)


0 komentar:

Posting Komentar

Aku Ingin Masyarakat Indonesia Serius Mengikis Pembajakan Buku

  Pendahuluan   Obral buku bajakan akan tetap laris terutama ketika harga buku asli dirasa begitu mencekik. Situasi ini kerap dialami ol...