Indonesia bukan sekadar negeri kepulauan dengan kekayaan alam yang luar biasa. Ia adalah rumah bagi ratusan juta jiwa dengan latar belakang berbeda, tapi punya semangat yang sama: gotong royong, pantang menyerah, dan kreatif dalam keterbatasan. Nilai-nilai inilah yang membuat Indonesia punya peluang besar di era digital. Dalam dunia yang semakin terhubung lewat teknologi, ]saya membayangkan Indonesia bukan hanya menjadi konsumen, tapi juga menjadi pusat ekonomi digital dunia yang membawa semangat Pancasila ke panggung global.
Optimisme ini bukan tanpa dasar. Berdasarkan laporan Google, Temasek, dan Bain & Company, potensi ekonomi digital Indonesia diprediksi mencapai US$146 miliar pada tahun 2025, naik lebih dari dua kali lipat dibanding tahun 2021 yang sebesar US$70 miliar. Ini menjadikan Indonesia sebagai negara dengan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Bandingkan saja dengan Vietnam dan Thailand yang masing-masing diproyeksikan mencapai US$57 dan US$56 miliar. Bahkan Singapura, yang selama ini dikenal sebagai pusat teknologi regional, hanya tumbuh dari US$15 miliar menjadi US$27 miliar.
Nama Data |
2021 |
2025 |
Singapura |
15 |
27 |
Malaysia |
21 |
35 |
Filipina |
17 |
40 |
Thailand |
30 |
36 |
Vietnam |
21 |
57 |
Indonesia |
70 |
146 |
Apa yang mendorong pertumbuhan ini? Studi dari CELIOS bersama Pluang menyebutkan faktor-faktor seperti hadirnya aplikasi investasi ritel, platform pembayaran yang mudah diakses, sistem referral yang menarik, dan biaya transaksi yang rendah. Kombinasi ini membuat lebih banyak orang bisa terlibat dalam ekosistem digital.
Pertumbuhan ini bukan hanya angka, tetapi juga menjadi gambaran nyata bahwa Indonesia memiliki daya dorong untuk mengambil peran lebih besar di panggung dunia digital. Yang menjadi harapan kini adalah, Indonesia tidak sekadar menjadi pemain regional, tetapi menjadi pusat inovasi digital yang diakui secara global di mana ide-ide baru, teknologi baru, dan model bisnis baru lahir, dan memengaruhi dunia.
Untuk mencapai harapan itu, Indonesia harus menata diri
dengan tekun. Perjalanan ini tidak singkat, namun bisa dicapai bila semua
sektor bergerak serempak. Langkah pertama yang harus ditempuh adalah memastikan
adanya regulasi yang jelas dan berpihak pada inovasi. Dunia digital adalah
dunia yang cepat berubah, dan hukum harus mampu menyesuaikan diri tanpa
membatasi kreativitas pelaku usaha. Regulasi yang mendorong keterbukaan data,
perlindungan privasi, keamanan siber, serta ekosistem pembayaran digital akan
menjadi dasar yang kokoh dalam membangun kepercayaan dan iklim usaha yang
sehat.
Langkah berikutnya adalah membangun infrastruktur digital
yang merata dan andal. Konektivitas internet cepat harus tersedia tidak hanya
di kota besar, tetapi juga hingga pelosok desa. Pusat data nasional, jaringan
5G, dan sistem komputasi awan harus dikembangkan agar para inovator digital
bisa bekerja tanpa batas. Dengan konektivitas yang kuat, semua lapisan
masyarakat dapat ikut serta dalam ekonomi digital, tidak ada lagi kesenjangan
antara pusat dan pinggiran.
Namun infrastruktur tanpa sumber daya manusia tidak akan
cukup. Maka, pendidikan dan pelatihan menjadi jantung perubahan. Anak-anak muda
Indonesia harus dilatih agar mampu menjadi pencipta teknologi, bukan hanya
pengguna. Kurikulum sekolah harus memasukkan literasi digital sejak dini,
universitas harus membangun kemitraan dengan industri, dan pelatihan teknologi
harus tersedia luas bagi masyarakat umum. Semakin banyak orang yang paham
teknologi, semakin kuat pula daya saing bangsa.
Setelah talenta disiapkan, ruang tumbuh harus disediakan.
Startup dan perusahaan rintisan perlu diberi akses terhadap pendanaan, inkubasi
ide, dan pasar yang terbuka. Pemerintah bisa memfasilitasi pendanaan awal,
mengurangi hambatan perizinan, dan memberikan ruang eksperimen bagi inovasi
baru. Dalam ekosistem seperti ini, perusahaan teknologi Indonesia bisa
berkembang tanpa harus hengkang ke luar negeri.
Jika semuanya terbangun, regulasi yang mendukung,
infrastruktur yang kokoh, talenta yang siap, dan iklim inovasi yang sehat, Indonesia
bisa memulai langkah ekspansi. Produk-produk digital lokal dapat menembus pasar
internasional. Layanan keuangan digital, edukasi berbasis teknologi, aplikasi
pertanian dan kesehatan, bahkan sistem logistik pintar, semuanya bisa menjadi
ekspor unggulan baru. Inilah momen ketika Indonesia tidak hanya memanfaatkan
teknologi, tapi menjadi pencipta teknologi yang dibutuhkan oleh negara lain.
Menjadi pusat ekonomi digital dunia berarti menjadi tempat
di mana teknologi dibuat, talenta diasah, dan perubahan dimulai. Ini bukan soal
siapa yang paling cepat, tapi siapa yang paling siap. Indonesia, dengan
semangat kolaborasi dan gotong royong, dengan sejarah adaptasi dan perjuangan,
bisa mencapai tujuan ini jika semua pihak pemerintah, swasta, pendidikan, dan
masyarakat bergerak dalam satu irama.
Di tengah transformasi global, harapan Indonesia tidak lagi
sebatas menjadi pengguna tren, tetapi menjadi pencipta tren. Menjadi pusat
ekonomi digital dunia bukanlah mimpi di angan, tapi jalan yang sedang dibuka,
satu per satu, oleh tangan-tangan anak bangsa yang percaya bahwa masa depan
bisa diciptakan, bukan hanya ditunggu.
Namun, mewujudkan Indonesia sebagai pusat ekonomi digital
dunia bukanlah jalan yang mudah. Tantangan yang dihadapi masih kompleks dan
berlapis. Salah satu hambatan utama adalah kesenjangan infrastruktur digital
antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Meskipun kota-kota besar seperti
Jakarta, Bandung, dan Surabaya sudah menikmati jaringan internet cepat, banyak
daerah tertinggal yang belum merasakan akses digital secara memadai. Kondisi
ini memperlebar jurang ketimpangan digital yang berdampak langsung pada
keterbatasan peluang masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam ekonomi
digital.
Di sisi lain, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di
bidang teknologi juga masih menjadi tantangan serius. Minimnya talenta digital
yang siap kerja serta rendahnya literasi digital di kalangan masyarakat,
termasuk pelaku UMKM, menyulitkan proses adaptasi terhadap teknologi baru. Hal
ini diperparah dengan lemahnya sistem pendidikan yang belum sepenuhnya
responsif terhadap perkembangan kebutuhan industri digital global.
Tidak hanya itu, regulasi yang belum sepenuhnya adaptif juga
menjadi batu sandungan. Banyak kebijakan yang masih ketinggalan zaman dan belum
bisa mengikuti kecepatan inovasi teknologi, terutama dalam hal perlindungan
data, pajak digital, hingga perizinan startup. Selain itu, daya saing startup
lokal pun masih dibayang-bayangi dominasi perusahaan asing yang lebih mapan
dari segi modal dan teknologi.
Meski begitu, segala tantangan tersebut bukanlah alasan
untuk berhenti bermimpi. Justru dari kompleksitas inilah lahir semangat baru
untuk berbenah. Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dari populasi besar
yang melek teknologi, pasar digital yang luas, hingga semangat kewirausahaan
anak mudanya yang tak pernah padam. Jika semua elemen bangsa, dari pemerintah
hingga pelaku usaha, dari pendidik hingga masyarakat luas, mampu bersinergi dan
menghadirkan ekosistem digital yang inklusif, maka mimpi besar ini bukan
mustahil untuk dicapai.
Pada akhirnya, menjadi pusat ekonomi digital dunia bukan
hanya tentang keunggulan teknologi, melainkan tentang bagaimana kita bisa
membangun sebuah ekosistem yang memberdayakan semua pihak. Dari kota besar
hingga desa terpencil, dari startup inovatif hingga UMKM lokal, semuanya harus
terhubung dalam satu semangat: menjadikan Indonesia bukan hanya pengguna
teknologi, tapi pencipta masa depan digital yang berdaulat, inklusif, dan
membanggakan di mata dunia.
Oleh: Fawwaz Dinar Nugraha (20240110026_PBSIC-02)
0 komentar:
Posting Komentar