Indonesia adalah bangsa yang kaya akan sumber daya, baik alam maupun manusia.Namun, selama beberapa dekade, korupsi menjadi salah satu hambatan terbesar dalam mewujudkan kemajuan nasional. Meski begitu, dalam beberapa tahun terakhir, terdapat tren positif yang menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi nyata untuk keluar dari bayang-bayang korupsi. Berdasarkan laporan Corruption Perceptions Index (CPI) tahun 2024 yang dirilis oleh Transparency International, skor CPI Indonesia meningkat dari 34 (tahun 2022–2023) menjadi 37. Ini membuat peringkat Indonesia naik ke posisi 99 dari 180 negara, menandakan adanya perbaikan persepsi terhadap upaya pemberantasan korupsi.
Tidak hanya dalam angka, kesadaran masyarakat terhadap korupsi juga terus meningkat.Survei menunjukkan bahwa 92% publik menganggap korupsi sebagai masalah besar yang harus segera ditangani, dan sekitar 30% mengaku pernah memberikan suap untuk mendapatkan layanan publik. Ini menjadi cermin bahwa masyarakat telah sadar akan dampak buruk korupsi, namun juga menggambarkan bahwa praktik korupsi masih mengakar dalam pelayanan sehari-hari. Korupsi tidak hanya merusak moral bangsa, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi. Data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Investasi menunjukkan bahwa wilayah yang menerapkan sistem pencegahan korupsi yang baik seperti Monitoring Center for Prevention (MCP) mampu menarik investasi dalam jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan daerah lain. Korupsi terbukti memperlambat pembangunan di berbagai provinsi karena dana publik tidak digunakan secara efisien dan tepat sasaran.
Meski tantangannya besar, Indonesia memiliki kekuatan untuk berubah. KPK, sebagai lembaga antikorupsi, mencatat prestasi membanggakan dengan melakukan 498 penyelidikan dan 433 tuntutan antara tahun 2015 hingga 2019, dengan tingkat keberhasilan penegakan hukum mencapai 100% dalam kasus yang diajukan. Ini adalah fondasi penting untuk membangun masa depan yang lebih bersih dan berkeadilan. Jika Indonesia berhasil membebaskan diri dari korupsi, maka kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintahan akan meningkat. Masyarakat akan merasa bahwa hukum ditegakkan secara adil tanpa pandang bulu, dan investor baik dari dalam maupun luar negeri akan lebih yakin untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Perekonomian pun akan tumbuh secara inklusif karena dana publik digunakan untuk membangun infrastruktur, pendidikan, dan pelayanan dasar di seluruh wilayah tanpa kebocoran anggaran. Lebih dari itu, sistem hukum dan birokrasi akan menjadi lebih efisien dan berkeadilan, karena tidak ada lagi campur tangan atau intervensi dari kekuatan politik atau ekonomi. Generasi masa depan pun akan tumbuh dalam budaya integritas, di mana kejujuran dan tanggung jawab menjadi norma sosial yang dihargai tinggi.
Untuk mewujudkan Indonesia yang bebas korupsi, dibutuhkan langkah-langkah yang saling terintegrasi dan dilaksanakan secara konsisten. Langkah pertama adalah melakukan reformasi menyeluruh terhadap kepemimpinan lembaga antikorupsi, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi. Independensi dan kewenangan KPK harus diperkuat kembali dengan merevisi Undang-Undang Tipikor agar KPK memiliki keleluasaan dalam melakukan investigasi secara mandiri dan efektif. Langkah kedua adalah meningkatkan transparansi melalui digitalisasi proses pengadaan barang dan jasa publik. Dengan memanfaatkan sistem e‑procurement berbasis teknologi blockchain, semua transaksi dapat tercatat secara real-time dan tidak dapat dimanipulasi.
Selanjutnya, penegakan hukum terhadap kasus korupsi harus dilakukan secara tegas dan konsisten, terutama untuk kasus berskala menengah dan besar. Proses pengadilan juga harus cepat, terbuka, dan terbebas dari intervensi kekuasaan. Dalam upaya pemberantasan korupsi, masyarakat sipil juga harus diberdayakan. Diperlukan saluran pelaporan yang aman dan dilindungi hukum bagi para pelapor pelanggaran (whistleblower), serta peran aktif media dan LSM dalam melakukan pengawasan terhadap pejabat publik dan penggunaan anggaran.
Pendidikan juga memainkan peran penting dalam membangun budaya integritas jangka panjang. Etika dan nilai-nilai anti-korupsi harus diintegrasikan ke dalam kurikulum sejak tingkat dasar hingga perguruan tinggi, serta dalam pelatihan bagi para pegawai negeri dan aparat penegak hukum. Tak kalah penting adalah proses evaluasi dan pemantauan secara berkelanjutan. Pemerintah perlu menetapkan indikator-indikator keberhasilan seperti skor CPI, indeks transparansi pengadaan, dan jumlah kasus besar yang ditindaklanjuti. Evaluasi ini sebaiknya dilakukan oleh lembaga independen dan hasilnya dipublikasikan secara berkala agar masyarakat dapat memantau sejauh mana kemajuan yang telah dicapai.
Kesimpulannya, Indonesia memiliki momentum yang tepat untuk bergerak menuju masa depan yang bebas dari korupsi. Skor CPI yang meningkat, kinerja lembaga seperti KPK yang masih solid, serta kesadaran masyarakat yang tinggi menjadi sinyal bahwa perubahan itu mungkin. Namun, untuk benar-benar mewujudkan Indonesia sebagai negara yang bersih dan berkeadilan, kita memerlukan komitmen kolektif dari semua pihak pemerintah, lembaga hukum, sektor swasta, masyarakat sipil, dan tentu saja, generasi muda. Jika seluruh elemen bangsa bekerja bersama dalam membangun ekosistem antikorupsi yang kuat, maka Indonesia yang adil, sejahtera, dan bermartabat bukan lagi impian melainkan kenyataan yang bisa kita raih bersama.
Oleh: Suci Ayu
Ramadani (20240110041)
0 komentar:
Posting Komentar