Minat baca masyarakat Indonesia masih menjadi persoalan serius yang sering menghambat kemajuan literasi bangsa. Berdasarkan data UNESCO, hanya sekitar 0,001% masyarakat Indonesia yang memiliki kebiasaan membaca buku secara rutin. Artinya, dari 1.000 orang hanya satu orang yang benar-benar gemar membaca. Inilah sebabnya diperlukan upaya bersama dari seluruh elemen bangsa mulai dari keluarga, sekolah, hingga pemerintah untuk menumbuhkan budaya membaca sebagai bagian dalam kehidupan sehari-hari.
Wahyudi et al. (2024) menekankan
bahwa rendahnya minat baca di Indonesia disebabkan oleh kurangnya akses
terhadap bacaan, minimnya fasilitas di perpustakaan, dan belum tumbuhnya
kebiasaan membaca sejak dini (International Journal of Teaching and
Learning). Di sisi lain, budaya membaca juga belum menjadi kebiasaan yang
kuat di lingkungan keluarga maupun sekolah. Padahal, seperti yang diungkap
Poedjiastutie (2018), membaca bukan hanya mengenal huruf, tetapi juga tentang
membangun nalar dan karakter bangsa.
Indonesia memiliki potensi luar biasa untuk menjadi bangsa yang unggul dalam literasi. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, jumlah penduduk usia sekolah (5- 24 tahun)
mencapai lebih dari 80 juta jiwa. Menurut laporan World Bank (2024), Indonesia
memiliki pertumbuhan infrastruktur digital yang cepat dan penetrasi internet yang meningkat,
mencapai 79,05% dari populasi. Potensi ini harus dimanfaatkan untuk
mengembangkan ekosistem literasi yang relevan dengan zaman.
Oleh karena itu, saya ingin Indonesia gemar membaca
bukan karena paksaan, tetapi karena kesadaran. Saya membayangkan masa depan di mana setiap anak tumbuh dengan buku
di tangannya, setiap keluarga menjadikan membaca sebagai bagian dari rutinitas,
dan setiap sekolah mampu menciptakan ruang yang membuat siswa jatuh cinta pada
bacaan. Sebab, bangsa yang membaca adalah bangsa yang berpikir, dan bangsa yang
berpikir adalah bangsa yang akan terus bergerak maju.
Di lingkungan keluarga, peran orang tua dalam menumbuhkan minat baca anak
masih sangat terbatas. Buku belum dianggap sebagai kebutuhan penting, dan waktu
bersama sering kali lebih banyak dihabiskan dengan gawai dibandingkan membaca
bersama. Padahal, kebiasaan membaca seharusnya dimulai dari rumah. Anak-anak
yang sejak dini terbiasa mendengar cerita, menyentuh buku, dan melihat orang tuanya
membaca akan lebih tumbuh menjadi pembaca aktif. Selain keluarga, sekolah yang
seharusnya menjadi ruang untuk mendorong budaya literasi pun belum sepenuhnya optimal. Aktivitas membaca yang dilakukan
di kelas sering bersifat formal dan kurang menyenangkan. Guru jarang memberikan ruang bagi
siswa untuk mengekspresikan pemahaman terhadap bacaan atau menyediakan buku
yang sesuai dengan minat dan tingkat kemampuan mereka. Tanpa pendekatan yang menyenangkan dan bermakna, kegiatan
membaca akan terus dipandang sebagai kewajiban, bukan kebutuhan.
Masalah lain adalah fasilitas bacaan yang belum merata. Banyak perpustakaan
daerah maupun taman baca memiliki koleksi terbatas, kondisinya tidak terawat,
dan kurang menarik bagi pengunjung. Situasi ini diperparah oleh dominasi media
sosial dan konten visual yang lebih mudah diakses serta lebih cepat dikonsumsi, sehingga membaca buku tidak lagi menjadi
pilihan utama untuk mengisi waktu luang. Meski demikian, berbagai upaya telah
dilakukan untuk mengatasi masalah ini. Pemerintah, melalui Perpustakaan Nasional dan Kementerian
Pendidikan, telah meluncurkan program seperti Gerakan Literasi Nasional dan layanan digital
seperti iPusnas. Selain itu, banyak komunitas literasi dan pegiat pendidikan
yang bergerak di akar rumput, membangun taman baca, mengadakan kelas menulis, dan menyebarkan semangat membaca ke berbagai daerah.
Namun, semua ini belum cukup tanpa dukungan berkelanjutan dari semua pihak,
terutama keluarga dan sekolah sebagai tempat pembentukan.
Membangun ekosistem budaya
membaca di Indonesia harus dimulai dari kesadaran keluarga akan pentingnya
membaca, karena keluarga adalah lingkaran pertama yang membentuk kebiasaan
anak. Orang tua yang memberi contoh dengan membaca dan menyediakan buku di rumah akan menumbuhkan minat anak sejak dini. Oleh karena itu, perlu adanya pembiasaan membaca sejak dini di rumah,
misalnya melalui kegiatan membacakan cerita sebelum tidur atau memiliki waktu khusus untuk membaca bersama. Selanjutnya, peran
guru dan sekolah yang aktif dan kreatif juga sangat penting. Guru dapat
merancang pembelajaran berbasis literasi yang menyenangkan, seperti membaca
bersama di kelas untuk membuat proyek buku cerita siswa. Selain itu, dukungan dari sekolah berupa ruang baca yang
menarik juga akan meningkatkan ketertarikan siswa terhadap buku. Untuk itu, fasilitas bacaan yang menarik dan merata perlu disediakan di seluruh
wilayah, tidak hanya di kota-kota besar tetapi juga hingga ke pelosok desa, agar semua anak memiliki akses yang sama terhadap buku. Ekosistem ini akan lebih kuat jika diperkuat oleh
dukungan komunitas dan gerakan literasi, seperti taman baca masyarakat, klub buku, dan kegiatan berbagi buku yang dapat menjangkau lebih banyak orang. Semua upaya ini perlu
ditopang oleh kebijakan pemerintah yang berkelanjutan, baik dari segi
pendanaan, regulasi, maupun program-program nasional yang mendorong peningkatan
literasi. Jika semua elemen tersebut berjalan selaras dan konsisten, maka
cita-cita menjadikan Indonesia sebagai bangsa gemar membaca bukanlah mimpi,
melainkan tujuan yang bisa dicapai dengan kerja sama.
Minat baca yang rendah masih menjadi tantangan besar bagi Indonesia dalam
membangun budaya literasi. Untuk mengatasinya diperlukan upaya bersama dari keluarga,sekolah, komunitas, hingga pemerintah. Keluarga harus mulai membiasakananak dengan buku sejak dini, sekolah perlu
menciptakan suasana membaca yang menyenangkan, dan fasilitas bacaan harus merata
hingga ke pelosok. Selain itu, peran komunitas literasi dan dukungan kebijakan
yang berkelanjutan sangat penting untuk memperkuat ekosistem membaca. Jika
semua elemen bergerak selaras, maka Indonesia yang gemar membaca bukan sekedar harapan, tetapi masa depan yang bisa
dicapai.
Oleh : Riska Setiawati (20240110035_PBSI-02)






0 komentar:
Posting Komentar