Pernah merasa tekanan penuh di kepala, tapi nggak tahu
harus cerita ke siapa?
Kamu bukan satu-satunya. Di era digital yang serba canggih
ini, banyak gen z merasa sendiri dan kesepian meski memiliki ribuan teman di
mesia sosial. Jika dilihat dari kelompok usianya, gen z menjadi kelompok yang
paling rentan terhadap masalah mental. Faktanya, 59,1% gen z di Indonesia
mengaku mengalami gangguan kesehatan mental, mulai dari stres, cemas, hingga
depresi (Jajak Pendapat, 2024). Namun, yang lebih mengejutkan, hanya 10% dari
mereka yang berani berkonsultasi dan mencari bantuan untuk mengatasi gangguan
yang dialaminya. Sisanya memilih memendam.
Kenapa Gen Z Lebih Rentan?
Gen z tumbuh di era digital yang sangat cepat, dan
komunikasi instan. Hidup semakin mudah, tapi juga semakin penuh pikiran dan
tekanan. Menurut jurnal Sabana (2025), gen z hidup di tengah banjir
informasi, perbandingan sosial, dan ekspektasi yang sering tidak realistis dari
media sosial. Akibatnya, banyak dari mereka merasa terasingi secara emosional walau
tampak aktif secara sosial.
Kita seringkali terlihat bahagia, tapi sebenarnya capek
secara mental. Di sinilah pentingnya memiliki teman curhat; seseorang
yang bisa dipercaya untuk dijadikan tempat cerita, tanpa menghakimi kita.
Ngobrol Salah Satu Solusi untuk
Bertahan
Tidak salah lagi kalau ngobrol bisa menyelamatkan mental.
Studi dari Indonesia National Adolescent Mental Health Survey tahun 2024
menunjukkan bahwa 34,9% atau 15,5 juta remaja Indonesia mengalami masalah
kesehatan mental. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan dukungan sosial
dari orang-orang terdekat.
Coba bayangkan kamu sedang dalam masalah yang cukup
berat, lalu orang terdekatmu bilang ”Ceritain aja semuanya, aku ada di sini
buat dengerin.” Salah satu kalimat sederhana itu bisa jadi jalan keluarnya
pikiran negatif yang menguras energi. Yang tadinya tekanan di kepala penuh,
bisa sedikit berkurang kalau sudah dikeluarkan dengan bercerita. Seperti
disampaikan dalam jurnal Sabana yang saya baca, interaksi sosial yang
sehat bisa menurunkan tingkat stres, kecemasan, bahkan risiko depresi.
Teman curhat bisa siapa saja, baik itu pasangan, teman,
keluarga, guru, bahkan konselor. Yang terpenting, dia
adalah orang yang bisa membuatmu merasa didengar dan dihargai. Dan perlu kamu ketahui, cerita atau curhat bukan tanda lemah.
Justru itu bukti bahwa kamu peduli terhadap kesehatan mentalmu.
Kita tidak diciptakan untuk memikul dan menghadapi
semuanya sendirian. Di balik semua postingan Instagram dan
status WhatsApp yang terlihat baik-baik saja, pasti banyak hati yang ingin
dimengerti.
Jadi,
kalau kamu merasa tidak sanggup dengan apa yang kamu rasakan, cari seseorang
yang kamu percaya dan bisa menjadi pendengar yang baik. Begitu juga sebaliknya.
Kalau kamu melihat temanmu murung, cukup tanya “Kamu mau cerita?” Mungkin itu hal kecil, tapi bisa jadi penyelamat bagi
orang lain.
Karena di zaman sekarang, peduli itu keren. Dan memiliki teman curhat itu bukan kelemahan, tapi kebutuhan. Jadi, yuk mulai bicara.
Oleh Intan Chaerul Bariyyah
0 komentar:
Posting Komentar