Kamis, 29 Mei 2025

Menelusuri Jejak Dimsum Mentai: Makanan Surga Selera Anak Muda?

          

           “Gue belum mau mati, masih ada dimsum mentai di bumi,”

“Dimsum itu makanan dari surga kayaknya…”

Pernah enggak sih, kamu ngerasa kalau dunia ini rasanya lebih ringan setiap kali dimsum mentai di depan mata? Kalau enggak, berarti kamu belum pernah merasakan sensasi saus mentai yang lumer di lidah, dipadukan dengan dimsum yang kenyal. Begitu kamu mencicipinya, seakan ada dunia baru yang terbuka. Rasa gurih, pedas, dan creamy berpadu sempurna, bikin kamu lupa waktu. Ini bukan sekadar makanan, ini sensasi.

Tapi tahu gak sih, kalau sensasi itu nggak datang gitu aja? Dimsum yang kini jadi favorit anak muda Indonesia, punya perjalanan panjang, dari tradisi kuliner Cina hingga akhirnya menyapa lidah Indonesia. Lalu, bagaimana dimsum bisa bertahan dan berkembang di Indonesia? Mari kita menelusuri jejaknya.

Asal-Usul Dimsum

Dalam berbagai catatan sejarah kuliner, termasuk artikel The Historical Journey of Dim Sum dari Thalias Group, dimsum adalah makanan ringan khas Tiongkok yang memiliki hubungan erat dengan tradisi Yum Cha. Tradisi Yum Cha ini melibatkan aktivitas berkumpul di rumah teh sambil menikmati secangkir teh.

Kata “dimsum” berasal dari bahasa Kanton yang berarti “menyentuh hati,” yang mencerminkan cara dimsum menggugah nafsu makan dengan porsi kecil yang cocok disantap bersama teman atau keluarga. Beberapa jenis dimsum klasik yang sudah terkenal di Tiongkok antara lain Shumay, Xiao Long Bao, Hakau, dan Bakpau Charsiu. Pada zaman dahulu, dimsum umumnya diisi dengan daging babi, meskipun kini variasi isian dimsum semakin berkembang.

Seiring dengan gelombang migrasi besar-besaran masyarakat Tiongkok ke berbagai belahan dunia, tradisi Yum Cha dan dimsum mulai menyebar ke luar Tiongkok dan dikenal luas di banyak negara, termasuk Indonesia.

Kehadiran Dimsum di Indonesia


Dilansir dari thehealthybelly.co, dimsum pertama kali masuk ke Indonesia sekitar abad ke-7 hingga ke-15 Masehi, dibawa oleh migrasi etnis Tionghoa. Para imigran ini tidak hanya membawa kebudayaan mereka, tetapi juga tradisi kuliner khas mereka, yaitu dimsum. Pada awalnya, dimsum hanya disajikan secara terbatas di dalam komunitas Tionghoa

Namun, pada era kolonial Belanda, dimsum mulai dikenal lebih luas melalui interaksi masyarakat Tionghoa dengan masyarakat Indonesia, terutama di kota-kota pelabuhan seperti Batavia (Jakarta), Surabaya, dan Banten. Pada masa ini, para pedagang Tionghoa mulai membuka usaha toko makanan dimsum, sehingga dimsum mulai dikenal di kalangan masyarakat umum. Sejak saat itu, dimsum terus berkembang di Indonesia hingga menjadi bagian dari kuliner modern yang banyak digemari saat ini.

Dimsum Rasa Nusantara: Lebih Lokal, Lebih Dekat

Perjalanan dimsum di Indonesia menunjukkan adaptasi budaya yang menarik. Ketika pertama kali masuk, dimsum mengalami modifikasi agar sesuai dengan selera dan kebiasaan masyarakat lokal. Salah satu yang paling mencolok adalah bahan isian, jika di negara asalnya dominan menggunakan daging babi, di Indonesia dimsum lebih sering diisi dengan daging ayam, udang, atau sayuran. Penyesuaian ini membuat dimsum bisa dinikmati oleh lebih banyak kalangan tanpa menabrak batasan agama maupun kebiasaan makan.

Berbeda dari tradisi Yum Cha di Tiongkok yang mengaitkan dimsum dengan waktu minum teh dan interaksi sosial tertentu, di Indonesia dimsum berkembang sebagai jajanan biasa. Ia tak terikat momen atau perayaan, sehingga bisa dinikmati kapan saja dan di mana saja.

Selain itu, kreativitas para pelaku usaha kuliner ikut mendorong dimsum makin relevan dengan lidah lokal. Inovasi seperti dimsum saus mentai yang gurih, siraman mayones yang creamy, dan guyuran chili oil yang pedas menyengat membuat dimsum terasa lebih modern dan menarik. Bahkan kini, dimsum bisa dibeli dalam bentuk frozen food, lengkap dengan sausnya, dan tinggal dikukus di rumah yang praktis, terjangkau, dan tetap enak.

UMKM Naik Daun Berkat Dimsum!

Tren dimsum bukan cuma menggoyang lidah, tapi juga membuka pintu rezeki bagi banyak pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dilansir dari RRI.co.id, dimsum telah menjadi salah satu makanan populer yang banyak dijajakan oleh pelaku UMKM di berbagai daerah karena dianggap sebagai peluang usaha yang menjanjikan. Dalam beberapa tahun terakhir, makin banyak pengusaha muda yang mencoba peruntungan lewat bisnis dimsum kekinian ini.

Nama-nama usahanya pun unik dan mengundang senyum, seperti “Dimsum Milik Kita”, “Dimsum Bos”, atau “Yokana Dimsum”. Kreativitas tak hanya terlihat di menu, tapi juga di strategi pemasaran mereka. Promosi dilakukan lewat media sosial seperti TikTok dan Instagram, dengan konten yang ringan, lucu, dan menggugah selera.

Hebatnya, dengan modal yang relatif kecil, banyak dari mereka berhasil menjangkau pasar yang luas. Bahkan, tak sedikit yang bisa membuka cabang atau menerima pesanan dalam bentuk frozen food ke luar kota. Dimsum bukan lagi sekadar tren makanan, ia menjelma menjadi jembatan ekonomi kreatif yang memperlihatkan semangat, inovasi, dan daya saing UMKM lokal yang luar biasa.

Kenapa Dimsum Mentai Digilai Anak Muda?

Dilansir dari Liputan6.com, survei yang melibatkan responden Gen Z dan milenial di kota-kota besar Indonesia menunjukkan dimsum menempati posisi pertama sebagai tren makanan favorit, dengan 12,1 persen responden Gen Z dan 12,3 persen milenial memilihnya. Ini mengungguli ramen, rice bowl, hingga croffle. Fakta ini memperkuat bahwa dimsum, terutama dengan varian saus mentai dan chili oil, bukan hanya makanan, tapi juga bagian dari gaya hidup kekinian.

Ø Visual yang instagrammable

Dimsum mentai bukan cuma enak dimakan, tapi juga cantik dipandang. Saus mentai berwarna oranye lembut, ditambah lelehan keju di atasnya, membuat setiap piring terlihat seperti karya seni mini. Nggak heran, banyak yang buru-buru ambil foto sebelum suapan pertama, ya karena tampilannya memang Instagrammable banget.

Ø Rasa yang akrab, tapi tetap bikin kaget

Perpaduan dimsum yang gurih dengan saus mentai creamy menghasilkan rasa yang familiar di lidah Indonesia, tapi tetap terasa baru dan menggoda. Ditambah lagi dengan guyuran chili oil yang pedasnya nendang, sensasi ini jadi jawaban sempurna buat pecinta makanan berbumbu yang ingin sesuatu yang berbeda, tapi tetap nggak terlalu asing.

Ø Harga ramah di kantong, rasa mewah di mulut

Salah satu alasan utama dimsum mentai begitu digemari adalah harganya yang bersahabat. Dengan kisaran Rp15.000/porsi yang berisi 3 potong dimsum mentai, kamu sudah bisa menikmati seporsi dimsum yang enggak cuma kenyangin perut tapi juga manjain lidah. Harga murah, rasa mewah, siapa sih yang bisa nolak?

Maka tak berlebihan jika dimsum mentai kini dijuluki sebagai makanan dari surga yang digilai anak muda. Julukan ini muncul bukan tanpa sebab, melainkan karena daya tariknya yang lengkap, visual, rasa, hingga harga.

Kebahagiaan dalam Sekotak Dimsum Mentai

Kadang, bahagia nggak datang dari hal-hal besar. Kadang cuma perlu sesuatu yang hangat, lembut, dan gurih seperti satu kotak dimsum mentai. Setiap suapan adalah pelukan kecil yang diam-diam memperbaiki suasana hati. Rasanya seperti jeda manis di tengah hiruk pikuk dunia. Jadi kalau hari ini rasanya melelahkan, mungkin kamu cuma butuh satu hal:

“Tenang… dunia belum selesai, masih ada dimsum mentai.”

0 komentar:

Posting Komentar

Kuliner Kaki Lima, Rasa yang Menghidupkan Harapan

Di sela-sela deru kendaraan dan riuh kota yang tak pernah benar-benar tidur, sepasang tangan sibuk menata dagangan di atas trotoar sempit. T...