Minggu, 25 Mei 2025

Generasi Terhubung (Keterlibatan yang Tinggi dengan Teknologi dan Internet) : Krisis Mental di Kalangan Remaja


Masa remaja adalah masa yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Ini adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa, di mana remaja mengalami banyak perubahan, baik dari segi fisik, cara berpikir, emosi, maupun cara bergaul dengan orang lain. Namun, tidak semua remaja bisa melalui masa ini dengan mulus. Banyak di antara mereka yang merasa tertekan, bingung, cemas, bahkan mengalami masalah mental seperti stres berat dan depresi.

Di Indonesia, perhatian terhadap kesehatan mental remaja mulai meningkat. Hal ini seiring dengan semakin banyaknya kasus gangguan kesehatan mental di kalangan anak muda. Salah satu penyebab utama yang sering dikaitkan dengan kondisi ini adalah perkembangan teknologi dan meningkatnya penggunaan media sosial. Di era digital seperti sekarang, hampir semua remaja memiliki akses ke internet dan perangkat digital. Mereka bisa terhubung kapan saja dan di mana saja. Namun, hal ini ternyata tidak selalu membawa dampak positif.

Apa Itu Kesehatan Mental dan Mengapa Penting?


Kesehatan mental adalah kondisi di mana seseorang merasa tenang, mampu mengelola stres, bisa berpikir jernih, dan dapat menjalani kehidupan sehari-hari dengan baik. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), seseorang yang sehat secara mental mampu menghadapi tekanan hidup, bekerja secara produktif, dan berkontribusi di masyarakat.
Sayangnya, masih banyak orang yang menganggap masalah mental sebagai sesuatu yang memalukan. Banyak remaja takut untuk bercerita tentang apa yang mereka rasakan karena khawatir dianggap lemah atau aneh. Padahal, memahami dan menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik.





Pengaruh Media Sosial dan Kehidupan Digital


Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Twitter kini menjadi bagian besar dari kehidupan remaja. Di satu sisi, media sosial membantu remaja untuk mengekspresikan diri, mencari informasi, dan berkomunikasi dengan teman. Namun, di sisi lain, media sosial juga bisa menjadi sumber tekanan yang sangat besar.
Banyak remaja yang mmerasa harus tampil sempurna di media sosial. Mereka membandingkan diri dengan orang lain yang tampaknya hidupnya lebih menarik, lebih cantik, lebih kaya, atau lebih sukses. Padahal, apa yang ditampilkan di media sosial belum tentu sesuai dengan kenyataan. Hal ini bisa membuat remaja merasa tidak cukup baik, minder, bahkan depresi.
Penelitian oleh Winarko (2024) menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan media sosial lebih dari 4 jam per hari berisiko lebih tinggi mengalami gejala depresi. Penelitian lain oleh Franscelia dan Lyaputera (2025) menunjukkan bahwa semakin sering remaja membuka media sosial, semakin besar pula kemungkinan mereka mengalami rasa cemas, takut tertinggal (FOMO), dan tidak aman dengan dirinya sendiri.

Pandemi dan Isolasi Sosial


Pandemi COVID-19 yang melanda dunia selama beberapa tahun terakhir juga memberi dampak besar pada kesehatan mental remaja. Sekolah dilakukan secara daring, kegiatan luar rumah dibatasi, dan banyak remaja kehilangan kesempatan untuk bertemu langsung dengan teman atau melakukan aktivitas menyenangkan. Hal ini membuat banyak dari mereka merasa kesepian, tertekan, dan kebingungan.
Menurut penelitian Addini (2022), hampir separuh siswa SMP dan SMA mengalami gejala kecemasan dan depresi selama masa pembelajaran dari rumah. Mereka merasa terisolasi, kehilangan semangat belajar, dan tidak tahu harus berbicara dengan siapa saat menghadapi masalah.





Tekanan Sosial dan Akademik


Banyak remaja di Indonesia yang merasa tertekan karena tuntutan dari sekolah dan orang tua. Mereka dituntut untuk mendapatkan nilai tinggi, masuk sekolah favorit, atau menjadi juara kelas. Harapan yang terlalu tinggi ini sering kali membuat remaja merasa tidak cukup baik, takut gagal, dan stres.
Penelitian Martia dan Salman (2022) menemukan bahwa tekanan akademik adalah penyebab utama kecemasan pada siswa SMA di kota-kota besar. Tidak hanya itu, hubungan dengan teman sebaya pun bisa menjadi sumber masalah. Remaja yang menjadi korban bullying, dikucilkan, atau merasa tidak diterima dalam kelompok bisa mengalami gangguan kepercayaan diri dan merasa tidak berharga.

Peran Penting Keluarga dalam Menjaga Kesehatan Mental Remaja


Keluarga adalah tempat pertama dan utama di mana anak belajar mengenal dunia, termasuk bagaimana mengelola perasaan dan menghadapi masalah. Cara orang tua mendidik dan memperlakukan anak sangat memengaruhi kondisi mental anak tersebut saat remaja.
Pola asuh yang terbuka, hangat, dan penuh pengertian terbukti lebih efektif dalam menjaga kesehatan mental anak. Anak yang merasa dihargai, didengarkan, dan didukung oleh orang tuanya akan tumbuh menjadi remaja yang percaya diri dan mampu menghadapi tekanan hidup.
Penelitian oleh Lutiyah (2023) menyatakan bahwa remaja yang dibesarkan dengan pola asuh yang mendukung memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengatasi stres dan lebih jarang mengalami masalah mental dibandingkan dengan remaja yang dibesarkan secara keras atau terlalu bebas tanpa arahan.



Apa yang Bisa Dilakukan untuk Membantu?


Masalah kesehatan mental pada remaja adalah masalah yang kompleks, namun bukan tidak bisa diatasi. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh berbagai pihak:

1. Meningkatkan Pemahaman tentang Kesehatan Mental

Sekolah harus memberikan pendidikan tentang pentingnya menjaga kesehatan mental. Guru dan siswa perlu tahu bahwa masalah mental adalah hal yang bisa terjadi pada siapa saja, dan tidak perlu disembunyikan.

2. Menyediakan Layanan Konseling

Sekolah sebaiknya memiliki konselor atau psikolog yang bisa membantu siswa saat mereka merasa tertekan. Remaja juga bisa dilatih untuk menjadi "teman sebaya" yang bisa mendengarkan dan membantu teman lainnya.

3. Peran Aktif Orang Tua

Orang tua perlu meluangkan waktu untuk berbicara dengan anak, mendengarkan keluhannya, dan tidak langsung menghakimi. Komunikasi yang baik dan penuh pengertian akan membuat anak merasa nyaman untuk bercerita.

4. Mendorong Pola Hidup Sehat

Remaja perlu diajarkan pentingnya makan bergizi, tidur cukup, berolahraga secara rutin, dan membatasi waktu bermain gadget. Aktivitas fisik dan pola hidup sehat terbukti dapat memperbaiki suasana hati dan mengurangi stres.

5. Mengurangi Paparan Negatif di Media Sosial

Orang tua dan guru perlu membimbing remaja agar bijak dalam menggunakan media sosial. Mereka perlu diajarkan untuk tidak membandingkan diri dengan orang lain dan lebih fokus pada pengembangan diri sendiri.

Martia dan Salman (2022) menyimpulkan bahwa remaja yang hidup sehat dan aktif secara sosial memiliki kondisi mental yang lebih baik dibandingkan mereka yang terlalu sering bermain gadget dan terpapar konten negatif.
Kesehatan mental remaja bukan hanya masalah pribadi, tapi juga masalah bersama. Ini adalah tanggung jawab kita semua orang tua, guru, teman, dan masyarakat. Kita perlu menciptakan lingkungan yang aman, hangat, dan penuh dukungan agar remaja bisa tumbuh menjadi pribadi yang kuat, percaya diri, dan sehat secara mental.
Dengan kerja sama dari semua pihak, kita bisa membantu generasi muda untuk lebih siap menghadapi dunia yang terus berubah, tanpa kehilangan jati diri dan kesehatan mentalnya.

Referensi

1. Addini, S. E., et al. (2022). Kesehatan Mental Siswa SMP-SMA Indonesia Selama Masa Pandemi dan Faktor Penyebabnya. Psychopolytan: Jurnal Psikologi, 5(2).
2. Franscelia, N., & Lyaputera, R. (2025). Pengaruh Media Sosial terhadap Kesehatan Mental Remaja. Jurnal Pendidikan Tambusai, 9(1), 1234–1240.
3. Lutiyah, L., et al. (2023). Pola Asuh Orang Tua dan Kesehatan Mental Remaja. Jurnal Kampus STIKES YPIB Majalengka, 11(1).
4. Martia, E., & Salman, S. (2022). Pengaruh Gaya Hidup Sehat Terhadap Kesehatan Mental Remaja. Syntax Literate: Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(11).
5. Winarko, H. B. (2024). Kecemasan Digital: Penggunaan Media Sosial dan Dampaknya terhadap Kesehatan Mental Remaja Indonesia. Soetomo Communication and Humanities, 4(1).

Oleh Nidya Mardhiyatilla (20230110049)

0 komentar:

Posting Komentar

Kuliner Kaki Lima, Rasa yang Menghidupkan Harapan

Di sela-sela deru kendaraan dan riuh kota yang tak pernah benar-benar tidur, sepasang tangan sibuk menata dagangan di atas trotoar sempit. T...