Baru-baru
ini, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi membuat keputusan atau kebijakan baru
yang cukup mengejutkan masyarakat Jawa Barat, terutama orang tua, pelajar, dan
tenaga pendidik. Ia mengeluarkan kebijakan untuk mengirim pelajar yang
bermasalah ke barak militer. Kebijakan ini tentunya langsung menimbulkan reaksi
dari beragam masyarakat, karna dianggap tidak biasa untuk diterapkan dalam dunia
pendidikan Indonesia. “Anak-anak yang orang tuanya sudah tidak sanggup lagi
mendidik, akan kami wajib militer kan” kata Dedi.
Barak
Militer sendiri adalah tempat latihan bagi tentara, di mana semua orang yang
berada di dalamnya harus mengikuti aturan yang sangat ketat, mulai dari bangun
pagi, melakukan kegiatan fisik, dan hidup dengan penuh kedisiplinan. Tentu
saja, suasana seperti ini sangat berbeda dengan lingkungan sekolah atau rumah.
Karena itulah, sebagian masyarakat mempertanyakan, apakah suasana yang keras
seperti itu cocok untuk mendidik anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan
dan pencarian jati diri?
Pro
dan Kontra
Sebagian
orang mendukung langkah ini, dengan alasan bahwa beberapa anak memang
membutuhkan peraturan yang tegas dan disiplin itu, agar pelajar bisa merubah
dirinya menjadi lebih baik lagi. Mereka menganggap bahwa dengan beradanya di
lingkungan yang tertib dan teratur, anak-anak bisa belajar bertanggung jawab,
mandiri, dan kedisiplinan hidup. Kepala
Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana
menyatakan “Pendidikan dan pembentukan karakter kedisiplinan ini,bukan
merupakan bentuk pendidikan militer atau pendidikan ala militer, walaupun
dilakukan di lingkungan asrama militer”. “Materi yang diberikan adalah materi
umum yang biasa ada di sekolah, seperti belajar di kelas, bimbingan konseling, latihan
baris berbaris, motivasi, penyuluhan bahaya narkoba, bela negara, hingga outbound dan permainan kelompok” kata Wahyu
Yudhayana.
Di sisi lain,tak sedikit juga yang menilai bahwa cara ini justru bisa berdampak buruk pada kondisi psikologis anak. Anak bisa merasa tertekan, tidak nyaman, bahkan trauma jika tidak diberi pendampingan yang sesuai. “Begitu mereka balik ke sekolah, mereka akan dicap. Relasi sosial akan berubah. Mereka bisa dikucilkan. Belum lagi dampak psikologis jangka panjang kalau tidak ada pendampingan” kata Doni kepada Kompas.com, Jumat. “Itu pendekatan yang keliru. Kalau anak melakukan tindak kriminal, itu ranah hukum. Tapi kalau hanya bolos, malas, atau membuat onar, itu masih ranah pendidikan” kata Doni.
Di
tengah ramainya perdebatan mengenai kebijakannya yang mengirim siswa bermasalah
ke barak militer, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi memberikan respon yang cukup
tajam. Bukannya mundur atau mempertimbangkan ulang kebijakan tersebut, Dedi
justru menyindir para pihak yang menolak idenya. Ia menilai bahwa penolakan
datang dari kelompok elit yakni orang-orang yang berada di posisi nyaman,
sering memberikan komentar, tapi tidak terlibat langsung dalam menangani
masalah di lapangan. “Pertanyaannya, elit-elit ini ngurusin nggak anak-anak
yang tawuran tiap hari? Elit-elit ini ngurusin nggak anak-anak yang tiap hari
tidurnya di kolong jembatan? Kan ngga ada yang ngurusin. Cuman komentar saja
bisanya” ujar Dedi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (29/4/2025).
Jumlah
siswa
Sebanyak 272 siswa
sekolah menengah atas di Jawa Barat telah dikirim ke Barak Militer. Angka
tersebut merupakan akumulasi dari pertama kali kebijakan Gubernur Jawa Barat
Dedi Mulyadi itu diberlakukan pada 1 Mei 2025. Dilansir dari TEMPO.CO, Jakarta.
”Mereka semua ini sudah mendapatkan persetujuan dari orang tuanya” ujar Kepala
Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Jabar Siska
Gerfianti dalam acara diskusi Pendidikan Bersama Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalu zoom meeting, Kamis
8 Mei 2025.
Siska memaparkan ratusan siswa itu
terdiri dari 106 sekolah yang berbeda. Rinciannya, sebanyak 53 siswa berasal
dari sekolah menengah atas (SMA) negeri, dan 6 siswa berasal dari SMA swasta.
Sementara dari sekolah menengah kejuruan (SMK) negeri sebanyak 32 siswa dan
sisanya sebanyak 15 siswa berasal dari
SMK swasta.
Tujuan
Kebijakan
Meskipun
kontroversial, kebijakan ini memiliki tujuan yang cukup jelas, yaitu membentuk
disiplin, membangun karakter yang lebih baik, dan memperkenalkan rutinitas yang
terstruktur dalam kehidupan sehari-hari siswa :
1. Pembentukan Disiplin
2. Pembentukan Karakter Positif
3. Pemberian Rutinitas yang Jelas dan Terarah
Manfaat Kebijakan
Ada pula beberapa manfaat utama
yang diharapkan dari kebijakan ini, yang menyasar perubahan pola hidup,
karakter, dan cara berpikir siswa :
1. Kedisiplinan
2. Pemanfaatan Waktu secara Positif
3. Pembentukan Kebiasaan Konstruktif
4. Efek Jera
Tujuan
dan manfaat ini menjelaskan bahwa siswa dikirim ke barak militer untuk
membentuk kedisiplinan dan karakter yang kuat. Di sana, mereka menjalani
rutinitas yang ketat seperti bangun pagi, latihan fisik dan mental, serta
pembinaan moral. Tujuannya adalah agar siswa belajar mematuhi aturan,
bertanggung jawab, dan menghargai waktu. Program ini juga membantu mengatasi
masalah siswa bermasalah yang kurang struktur dalam hidupnya, serta mengarahkan
mereka membentuk kebiasaan positif. Efek jera yang diberikan bukan sebagai
hukuman, tetapi sebagai pembelajaran atas konsekuensi dari setiap tindakan.
Kesimpulan
Kebijakan pengiriman siswa
bermasalah ke barak militer yang diterapkan oleh Gubernur Jawa Barat ini
merupakan langkah yang tegas. Meskipun menuai pro dan kontra, kebijakan ini
bertujuan untuk membentuk kedisiplinan, karakter positif, dan kebiasaan hidup yang
terarah bagi pelajar. Melalui pendekatan militer, siswa didorong untuk
menjalani rutinitas yang ketat dan kegiatan yang konstruktif setiap hari.
Manfaat yang diharapkan antara lain adalah tumbuhnya sikap disiplin, kemampuan
memanfaatkan waktu secara positif, pembentukan kebiasaan yang baik, serta
munculnya efek jera agar pelajar tidak mengulangi hal yang sama. Ada beberapa
negara juga yang menerapkan kebijakan ini, yaitu :
·
Amerika Serikat : Program boot camp untuk
remaja bermasalah memiliki tujuan serupa, yakni menanamkan disiplin dan
tanggung jawab. Namun, studi menunjukkan bahwa keberhasilan program ini
tergantung pada pendekatan yang digunakan. Program ini menggabungkan pelatihan
fisik dengan konseling dan Pendidikan nilai lebih efektif dibanding yang hanya
fokus pada hukuman fisik.
·
Korea Selatan : Beberapa sekolah menyelenggarakan
kamp militer musim panas untuk menanamkan nilai kepemimpinan, kerja sama, dan
kemandirian. Namun program ini bersifat sukarela dan lebih fokus pada
pengembangan karakter daripada pemmbinaan siswa.
Dengan kata lain, di Amerika
beberapa program ini berhasil menanamkan disiplin jangka pendek, terutama pada
remaja dengan pelanggaran ringan. Namun, banyak studi menunjukkan bahwa boot
camp yang terlalu militeristik dan berorientasi hukuman justru tidak
efektif dalam jangka panjang, bahkan meningkatkan risiko pengulangan perilaku
negatif setelah program selesai. Sedangkan di Korea Selatan Program
ini secara umum diterima baik oleh masyarakat dan dinilai berhasil
meningkatkan karakter dan kedisiplinan siswa dalam jangka pendek.
0 komentar:
Posting Komentar