Tulis-Tulis

Hasil Karya Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan.

Tulis-Tulis

Hasil Karya Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan.

Tulis-Tulis

Hasil Karya Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan.

Tulis-Tulis

Hasil Karya Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan.

Tulis-Tulis

Hasil Karya Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Kuningan.

Jumat, 30 Mei 2025

Curhat Bukan Lemah: Mengapa Gen Z Butuh Didengar?

Pernah merasa tekanan penuh di kepala, tapi nggak tahu harus cerita ke siapa?

Kamu bukan satu-satunya. Di era digital yang serba canggih ini, banyak gen z merasa sendiri dan kesepian meski memiliki ribuan teman di mesia sosial. Jika dilihat dari kelompok usianya, gen z menjadi kelompok yang paling rentan terhadap masalah mental. Faktanya, 59,1% gen z di Indonesia mengaku mengalami gangguan kesehatan mental, mulai dari stres, cemas, hingga depresi (Jajak Pendapat, 2024). Namun, yang lebih mengejutkan, hanya 10% dari mereka yang berani berkonsultasi dan mencari bantuan untuk mengatasi gangguan yang dialaminya. Sisanya memilih memendam.

Kenapa Gen Z Lebih Rentan?

Gen z tumbuh di era digital yang sangat cepat, dan komunikasi instan. Hidup semakin mudah, tapi juga semakin penuh pikiran dan tekanan. Menurut jurnal Sabana (2025), gen z hidup di tengah banjir informasi, perbandingan sosial, dan ekspektasi yang sering tidak realistis dari media sosial. Akibatnya, banyak dari mereka merasa terasingi secara emosional walau tampak aktif secara sosial.

Kita seringkali terlihat bahagia, tapi sebenarnya capek secara mental. Di sinilah pentingnya memiliki teman curhat; seseorang yang bisa dipercaya untuk dijadikan tempat cerita, tanpa menghakimi kita.

Ngobrol Salah Satu Solusi untuk Bertahan

Tidak salah lagi kalau ngobrol bisa menyelamatkan mental. Studi dari Indonesia National Adolescent Mental Health Survey tahun 2024 menunjukkan bahwa 34,9% atau 15,5 juta remaja Indonesia mengalami masalah kesehatan mental. Salah satu cara mengatasinya adalah dengan dukungan sosial dari orang-orang terdekat.

Coba bayangkan kamu sedang dalam masalah yang cukup berat, lalu orang terdekatmu bilang ”Ceritain aja semuanya, aku ada di sini buat dengerin.” Salah satu kalimat sederhana itu bisa jadi jalan keluarnya pikiran negatif yang menguras energi. Yang tadinya tekanan di kepala penuh, bisa sedikit berkurang kalau sudah dikeluarkan dengan bercerita. Seperti disampaikan dalam jurnal Sabana yang saya baca, interaksi sosial yang sehat bisa menurunkan tingkat stres, kecemasan, bahkan risiko depresi.

Teman curhat bisa siapa saja, baik itu pasangan, teman, keluarga, guru, bahkan konselor. Yang terpenting, dia adalah orang yang bisa membuatmu merasa didengar dan dihargai. Dan perlu kamu ketahui, cerita atau curhat bukan tanda lemah. Justru itu bukti bahwa kamu peduli terhadap kesehatan mentalmu.

Kita tidak diciptakan untuk memikul dan menghadapi semuanya sendirian. Di balik semua postingan Instagram dan status WhatsApp yang terlihat baik-baik saja, pasti banyak hati yang ingin dimengerti.

Jadi, kalau kamu merasa tidak sanggup dengan apa yang kamu rasakan, cari seseorang yang kamu percaya dan bisa menjadi pendengar yang baik. Begitu juga sebaliknya. Kalau kamu melihat temanmu murung, cukup tanya “Kamu mau cerita?” Mungkin itu hal kecil, tapi bisa jadi penyelamat bagi orang lain.

Karena di zaman sekarang, peduli itu keren. Dan memiliki teman curhat itu bukan kelemahan, tapi kebutuhan. Jadi, yuk mulai bicara.

Oleh Intan Chaerul Bariyyah

Dari K-Drama ke Realita - Mengapa Kehidupan Kuliah Tak Seindah Drama Korea Crushology 101?

 

Oleh Nayla Lailatul Mardiyah

Korean Wave merupakan sebuah fenomena budaya yang dipengaruhi oleh beberapa instrumen seperti dance, Korean-fashion, Korean-food, Korean-beauty, Korean-drama. Hallyu atau fenomena budaya Korea ini sudah mulai menjalar ke berbagai belahan dunia saat ini. “ (Han)” berarti Korea dan “ (Ryu)” berarti sebuah arus atau sebuah gelombang di dalam bahasa Korea. Generasi muda termasuk di Indonesia sukses terpikat hatinya oleh segala sesuatu, mulai dari musik (Korean-pop), fashion (Korean-fashion), makanan (Korean-food), kecantikan (Korean-beauty), hingga drama Korea (Korean-drama).

Salah satu yang paling populer adalah drama Korea. Drama Korea memiliki genre tersendiri.  Romantis, komedi, horor, misteri, thriller, aksi bahkan kerajaan juga ada. Drama bergenre romansa apalagi dengan nuansa kehidupan kampus punya tempat tersendiri di hati para penggemarnya. Cerita-ceritanya yang bisa bikin baper juga menjadi sebuah alasan, bukan hanya karena para aktor dan aktrisnya yang sangat memikat. Penelitian dari Mahardika, Maryani, dan Rizal (2022) dari Universitas Padjadjaran menyebutkan bahwa drama Korea, sebagai bagian dari industri budaya Korea, kerap menampilkan representasi kehidupan kampus yang ideal, hangat, penuh romansa, dan sukses. Representasi ini membentuk ekspektasi penonton, khususnya remaja dan pelajar, bahwa kehidupan kuliah harusnya seindah dan seromantis cerita dalam drama. Padahal, kenyataannya sering kali penuh tekanan akademik, dinamika sosial yang rumit, dan tantangan hidup yang nyata.

Drama Crushology 101 yang sedang tayang dan ramai diperbincangkan adalah salah satunya. Crushology 101 adalah drama Korea terbaru yang diadaptasi dari webtoon populer karya Ni Eun. Disutradarai oleh Kim JI-Hoon dan ditulis oleh Seng So-Eun serta Lee Seul, drama ini hadir dengan nuansa romantis dan emosional yang dekat dengan realitas generasi muda masa kini. Crushology 101 memiliki 12 episode dan tayang perdana pada 11 April 2025, berakhir pada 17 Mei 2025. Drama ini ditayangkan setiap haru Jumat dan Sabtu pukul 21:50 KST, menjadikannya tontonan akhir pekan yang dinanti-nantikan.

Drama ini mengangkat kisah kehidupan mahasiswa di Universitas Yein, dengan romantisme serta persahabatan yang manis. Benarkah seindah itu dunia perkuliahan? Sayangnya, tidak selalu. Kehidupan kampus di dalam drama Korea Crushology 101 terlihat menyenangkan, yakni nongkrong bersama teman, jatuh cinta, dan belajar tanpa banyak beban. Tugas satu-satunya pemeran utama ialah membuat patung yang ekspresif. Selebihnya? bisa berkumpul dan juga bermain, karakter utamanya pun punya banyak sekali waktu. Penonton pun dibuat percaya bahwa kuliah adalah masa paling indah dan santai.

Di episode 6 drama Crushology 101 ada dialog ikonik yang menggambarkan kontras kehidupan:

“Aku ingin sekali kencan buta kelompok.”

“Fokus saja belajar!”

Di dunia nyata, mahasiswa kerap diberi tugas dari beberapa mata kuliah secara bersamaan. Batas waktu pun turun hampir bersamaan. Drama percintaan yang dialami tidak selalu semanis cerita Ban Hee Jin (Bani) yang didekati empat pria secara bersamaan. Nyatanya, banyak mahasiswa yang mengalami cinta tidak terbalas, hubungan tanpa pasti, bahkan patah hati.

Di drama memang nampak ideal, saling mendukung, saling bekerja sama dalam tim, tapi kenyataannya bisa lain. Lingkungan perkuliahan sering digenangi persaingan, kesalahpahaman, bahkan drama antar teman. Salah satu karakter di Crushology 101, tokoh Bo Bae yang digambarkan sebagai seorang mahasiswa yang juga bekerja paruh waktu sebagai barista, ia tetap ceria dan penuh waktu untuk bersosialisasi. Dalam kehidupan nyata, banyak calon sarjana yang terpaksa membagi waktu, pikiran dan energi agar bisa membiayai studinya atau hanya sekedar mengisi waktu luang saja. Tak sempat berkencan atau nongkrong, karena kehidupan nyata menuntut perjuangan ekstra.

Meski begitu, bukan berarti kehidupan kampus tidak indah. Justru, disanalah letak istimewanya. Kampus bukan panggung drama. Tapi di sini kita belajar banyak hal, tentang perjuangan, kegagalan, persahabatan, dan mimpi yang harus diraih. Semua momen, entah itu manis atau pahit, punya peran dalam membentuk karakter kita.  Hidup kita memang tidak ditulis oleh penulis naskah Drama Korea. Tapi setiap kisah yang kita tulis di kampus dengan segala realita dan perjuangannya tetap layak untuk diapresiasi dan dihargai. Jangan salah, bukan berarti kuliah nggak seru. Justru di balik deadline numpuk dan banyaknya drama pertemanan, kita belajar jadi lebih tangguh. Bedanya, kalau di drama endingnya happy, di realita kita yang bikin sendiri happy endingnya.

Kamis, 29 Mei 2025

GADGET DAN ANAK-ANAK ITU SIAPA YANG MENGONTROL SIAPA?

Oleh Sylvi Sylvia Maharani - 13 Mei 2025


    Pernah atau sering tidak sih melihat keluarga, adik, keponakan, sepupu, atau bahkan anak kecil di sekitar kita entah anak tetangga, entah anak saudara yang bisa duduk berjam-jam hanya untuk menonton video baik itu di Youtube, TikTok, atau bermain game di handphone sampai lupa waktu? Disuruh mandi susah, disuruh ke warung susah, disuruh belajar apalagi. Atau memang jangan-jangan kita sendiri juga pernah atau sering begitu?

    Di era kemajuan digital seperti sekarang ini, gadget memang bukan hal asing lagi bagi sebagian anak-anak yang sudah mengenalnya. Sejak usia dini, mereka sudah terbiasa dengan layar, tapi pernah tidak sih kita terpikirkan, seberapa besar pengaruh gadget terhadap mental ataupun diri mereka?

    Menurut (Syahudin, 2019) gadget adalah suatu benda elektronik yang digunakan sebagai komunikasi oleh manusia seperti handphone, komputer dan lainnya. Pada awalnya penggunaan gadget hanya digunakan orang dewasa akan tetapi dijaman modern ini gadget banyak juga digunakan pada anak-anak.

    Di zaman yang serba canggih seperti ini kehadiran gadget memang sudah menjadi kebutuhan utama baik dari anak-anak maupun orang dewasa. Gadget tidak hanya sebagai alat untuk berkomunikasi namun juga dapat membantu mempermudah melakukan aktivitas-aktivitas lainnya. Dan pada akhir-akhir ini sering sekali ditemukan orang tua yang memberikan gadget untuk anaknya yang masih balita. Peran orang tua yang dulunya sebagai teman bermain bagi anaknya sekarang telah digantikan oleh gadget. Padahal masa balita adalah masa dimana tumbuh dan berkembangnya fisik maupun psikis manusia. Di masa balita, anak banyak bergerak agar tubuh kembang optimal.


    Penggunaan gadget untuk anak usia Sekolah Dasar (SD) tersebut bisa berdampak positif maupun negatif yaitu anak dapat mencari materi pembelajaran dengan mudah dan dapat berkomunikasi jarak jauh selain itu bisa berdampak negatif anak lebih sering memainkan gadget daripada bermain dan berinteraksi dengan teman sekitar hal ini bisa menyebabkan anak menjadi seorang individualis, sehingga orang tua harus mengawasi anak saat bermain gadget. Apakah gadget benar-benar baik untuk anak-anak? Atau justru diam-diam memberikan pengaruh negatif?

Manfaat Gadget


    Memang, gadget itu mempunyai sisi positif yang bisa menjadi media belajar yang menyenangkan. Jangan salah! Gadget itu tidak selalu buruk jika kita menggunakannya dengan bijak. Banyak sekali manfaat yang bisa kita dapatkan dari gadget, contohnya:
1. Belajar menjadi lebih menarik dengan Video Animasi: Penggunaan media video animasi dalam pembelajaran terbukti efektif dalam meningkatkan minat dan pemahaman anak-anak. Menurut penelitian oleh Putra et al. (2024), video animasi dapat membantu gaya belajar visual dan auditori, menjadikan pembelajaran lebih interaktif dan menyenangkan. Hal ini juga memudahkan anak-anak dalam memahami materi yang abstrak menjadi lebih konkret. Disisi lain, hal ini dapat menumbuhkan rasa ingin tahu anak anak dengan mengenal berbagai hal-hal baru, seperti luar angkasa, hewan langka, sampai dengan cara membuat robot ataupun mobil-mobilan. 2. Menumbuhkan rasa ingin tahu, seperti anak dapat ditingkatkan melalui pengenalan terhadap hal-hal baru seperti luar angkasa dan hewan langka. Buku ilustrasi serial mengenai benda luar angkasa, misalnya, diharapkan dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan mengedukasi tentang astronomi di kalangan anak-anak serta mencegah misi formasi 3. Melatih kemampuan teknologi anak sejak dini, di zaman yang serba digital ini, memahami teknologi tentu akan menjadi bekal penting untuk masa depan.

Risiko Pemakaian Berlebihan Gadget

    Tapi, harus tetap waspada gadget juga bisa membawa dampak negatif baik anak-anak ataupun orang dewasa. Tak sedikit dari kita yang terjebak dalam penggunaan gadget secara berlebihan. Ini beberapa risiko yang perlu diwaspadai:
1. Kurang bersosialisasi, anak-anak bisa lebih memilih bermain gadget daripada bermain bersama teman. Lama-lama, mereka bisa kesulitan berkomunikasi secara langsung. 2. Kesehatan terhambat, terlalu lama di depan layar bisa membuat mata cepat lelah, postur tubuh menjadi lebih buruk, hingga risiko obesitas karena kurang banyak bergerak, makan minum tidur saja. 3. Kecanduan melihat gadget sehingga kesulitan untuk tidur, anak-anak yang sudah terbiasa bermain gadget hingga malam cenderung mengalami gangguan tidur, yang tentunya berdampak pada kesehatan dan mood mereka. 4. Konten berbahaya, atau konten tidak sesuai dengan usia. Tanpa pengawasan, anak bisa saja mengakses konten yang mengandung kekerasan, kata-kata kasar, atau nilai-nilai negatif lainnya.
    Menurut Irma Suryani Siregar (2022), penggunaan gadget pada anak-anak perlu diawasi dan dibatasi untuk mencegah dampak negatif terhadap perkembangan sosial, kesehatan fisik, kualitas tidur, paparan konten yang tidak sesuai, dan potensi kecanduan. Orang tua dan pendidik yang memiliki peran penting dalam mengatur penggunaan gadget agar anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
    Menurut studi yang dilakukan para ahli dari University of Virginia, Amerika Serikat, siswa TK yang bermain gadget selama 1-3 jam sehari cenderung mengalami peningkatan resiko obesitas hingga 30%. Semakin panjang durasi interaksi anak dengan perangkat elektronik, maka semakin parah gangguan yang dialaminya.
    Padahal, diketahui bahwa obesitas pada anak meningkatkan resiko stroke dan penyakit jantung sehingga menurunkan angka harapan hidup. Memiliki kebiasaan berinteraksi dengan gadget sejak kecil membuat anak mencari penghargaan dari perangkat tersebut, akhirnya ia lebih memilih duduk dengan gadget ketimbang bermain dengan anak lain. Anak akan cenderung pasif atau malas, malas bergerak, malas bermain, malas berolahraga, malas keluar rumah (bermain di luar) dan bentuk-bentuk pasif lainnya (Jarot, 2016). Hal ini akan menjadikan anak pemalas dan berpotensi obesitas. Perilaku semacam ini juga menggantikan aktivitas penting lainnya, terutama aktivitas bergerak yang penting untuk kesehatan, maupun aktivitas sosial.

Jadi, apa solusinya?

    Apakah anak-anak harus dilarang menggunakan gadget sama sekali? Jawabannya tidak. Yang diperlukan hanyalah pengawasan dan batasan yang tepat. Gadget itu bukanlah musuh, tapi juga bukan mainan bebas tanpa aturan. Ia bisa menjadi alat belajar yang luar biasa, atau justru menjadi penyebab masalah jika tidak digunakan dengan bijak. Makanya, kita sebagai remaja ataupun orang dewasa yang nantinya akan menjadi calon orang tua di masa depan, yuk! mulai belajar memahami cara sehat dalam menggunakan teknologi gadget yang sudah maju ini. Karena, kalau bukan kita yang menjadi contoh, siapa lagi?

Bahaya Anomali Brainrot yang Merusak Imajinasi Anak di Era Digital

Oleh Fina Isnaini Syafiqa — 29 April 2025

 


    Apakah kalian sering merasa sulit berkonsentrasi saat membaca buku, sementara menonton video berdurasi 15 detik di sosial media terasa begitu mudah dan menyenangkan? Atau mungkin, kamu terbiasa menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar, lalu merasa gelisah saat jauh dari ponsel. Jika iya, bisa jadi kamu sedang mengalami gejala brainrot.

    Di era digital seperti sekarang, perangkat digital telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Mulai dari belajar, bekerja, hingga mencari hiburan, semuanya dapat diakses dengan mudah. Namun, di balik tampilan yang tampak fungsional dan menghibur, terselip ancaman yang kerap luput dari perhatian. Seperti gejala brainrot, yang sebelumnya telah dibahas, yakni kondisi yang disebabkan oleh paparan konten yang dangkal, singkat, dan berkualitas rendah. Contohnya adalah konten yang belakangan ini marak diperbincangkan di media sosial, yaitu konten bernama anomali brainrot.

Apa itu Brainrot?

    Istilah brainroot secara harfiah berasal dari gabungan kata brain (otak) dan rot (busuk), yang jika disatukan dapat diartikan sebagai "Pembusukan otak". Meski bukan istilah medis, brainrot cukup populer di kalangan pengguna media sosial dan sering digunakan sebagai istilah slang.  Bahkan, kata ini terpilih sebagai Oxford Word of the Year pada tahun 2024. Istilah ini merujuk pada kondisi mental dan kognitif seseorang yang mengalami penurunan akibat konsumsi berlebihan konten digital. Berdasarkan studi yang dipublikasikan dalam Brain Sciences sebuah jurnal internasional yang fokus pada ilmu otak, dalam artikel berjudul "Mengungkap Dilema Baru tentang Pembusukan Otak di Era Digital: Sebuah Tinjauan", Yousef et al. (2025) membahas bahwa brainrot muncul akibat terlalu sering terpapar konten digital yang sifatnya pasif, berulang-ulang, dan tidak berkualitas, seperti menonton video pendek atau scrolling tanpa tujuan. Bahkan, penelitian yang sama menyebutkan bahwa rata-rata remaja dan orang dewasa sekarang menghabiskan sekitar 6,5 jam secara online. Kebiasaan ini bisa membuat otak kelelahan dan jadi kurang peka terhadap lingkungan sekitar. Dan Berdasarkan artikel tersebut, kelompok yang paling rentan terhadap gejala brainrot adalah Generasi Z (lahir 1995–2009) dan Generasi Alpha (lahir setelah 2010). Karena Kedua generasi ini tumbuh di tengah dunia yang didominasi oleh teknologi digital dan telah menjadikan perangkat digital sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Apa itu Anomali?

    Sedangkan anomali dapat digunakan untuk menggambarlan  suatu keadaan atau hal yang menyimpang dari kebiasaan, norma, atau sesuatu yang dianggap normal. Dalam banyak konteks, anomali menunjukkan adanya kejanggalan, ketidakwajaran, atau perbedaan mencolok dari pola yang lazim. Dan yang sedang ramai diperbincangkan di sosial media saat ini yaitu Anomali Brainroot

    Secara umum, digunakan untuk menggambarkan konten dengan kualitas rendah yang dianggap merusak, baik secara psikologis, kognitif, maupun emosional. Konten anomali brainrot mulai menjamur di media sosial pada awal tahun 2025, ditandai dengan kemunculan tren meme visual absurd. Tren ini berisi konten-konten aneh berupa hewan hasil rekayasa AI yang dipadukan dengan objek tak lazim, atau diberi atribut manusia, seperti sepatu atau kaki manusia. Biasanya, video ini diiringi narasi suara AI berbahasa Italia yang melontarkan kalimat-kalimat tak masuk akal, membahas topik acak dengan nada yang dramatis. Fenomena ini bermula di TikTok lewat karakter unik bernama Tralalero Tralala (seekor hiu yang mengenakan sepatu olahraga) dan langsung mencuri perhatian warganet. Tak lama kemudian, karakter-karakter serupa bermunculan, seperti Bombardiro Crocodilo (gabungan pesawat tempur dan buaya) serta Lirili Larila (gajah berbadan kaktus dan mengenakan sandal). Meskipun akun kreator pertama @eZburger401 sudah diblokir, konten sejenis terus bermunculan dari akun lain seperti @elchino1246. Gelombang tren ini bahkan sampai ke berbagai negara, termasuk Indonesia, dengan versi lokal seperti Tung Tung Tung Sahur (sejenis kentungan sahur yang menyerupai manusia)

Mengapa Hal ini Berbahaya?

    Melihat kelompok paling rentan terhadap gejala brainrot kini didominasi salah satunya oleh Generasi Alpha membuat saya semakin merasa khawatir terhadap arah perkembangan konten di sosial media. Mereka kini terpapar pada jenis konten yang semakin hari semakin aneh dan sulit dipahami. Kemunculan tren anomali brainrot menjadi contoh nyata bagaimana media sosial dipenuhi oleh konten absurd yang tak hanya dangkal, tetapi juga mengganggu secara visual dan emosional. Yang lebih memprihatinkan, konten seperti ini justru dengan mudah lolos di platform seperti TikTok, YouTube Shorts, dan Reels. Generasi Alpha, yang lahir dan tumbuh di tengah teknologi, menjadi sasaran empuk algoritma yang tidak peduli pada isi hanya pada interaksi dan waktu tonton. Ironisnya, banyak dari kita orang dewasa, tidak sadar bahwa anak-anak kita sedang mengonsumsi konten ini. Kita anggap semua video anak itu aman, padahal algoritma platform digital tak mampu membedakan mana konten edukatif dan mana yang berbahaya secara visual maupun psikologis.

    Anak-anak yang seharusnya belajar mengenal dunia nyata justru lebih dulu dicekoki oleh gambar-gambar aneh yang tidak sesuai dengan bentuk hewan atau manusia sebenarnya. Dalam masa perkembangan, hal ini bisa mengacaukan persepsi mereka tentang dunia di sekitar.

Akibatnya anak bisa :

1. Distorsi persepsi pada dunia nyata

Anak dapat mengalami kesulitan membedakan antara bentuk nyata dan bentuk aneh dalam konten

Paparan bentuk yang tidak realistis mengganggu pemahaman awal mereka tentang dunia nyata.

2. Gangguan psikologis

Anak-anak bisa merasa cemas atau takut pada objek yang seharusnya tidak menakutkan, seperti hewan atau wajah manusia.

Konten visual menyeramkan bisa memicu mimpi buruk, gangguan tidur, atau kecemasan berkepanjangan.

Atau potensi trauma visual jangka panjang akibat gambar-gambar tersebut.

3. Gaya ilustrasi yang menipu

Gambar dikemas dengan gaya lucu, cerah, dan kekanak-kanakan, sehingga terlihat aman padahal kontennya mengganggu.

Membuat anak tidak memiliki pertahanan diri terhadap konten berbahaya karena masuk ke dalam algoritma tontonan anak anak.

4. Gangguan pada tahap perkembangan kognitif awal

Masa usia dini adalah fase krusial dalam mengenal konsep dasar: bentuk hewan, wajah manusia, ekspresi emosi, dan lingkungan sekitar.

Ketika fase ini diisi oleh visual yang menyimpang, proses tumbuh kembang anak dapat terganggu secara mendasar.

    "Saya bahkan pernah melihat sendiri gambar-gambar anomali brainrot yang begitu mengganggu, bahkan bagi saya, orang dewasa. Bayangkan bagaimana dampaknya pada anak-anak yang bahkan belum bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang cuma fantasi. Kalau kita saja bisa merasa bingung atau takut, apalagi mereka?”

Langkah praktis perlindungan dampak negatif konten digital

1. Pantau dan dampingi aktivitas digital anak.

      Jangan serahkan sepenuhnya kepada "konten rekomendasi".

2. Perkenalkan gambar nyata terlebih dahulu.

      Biarkan anak mengenal dunia sebagaimana adanya: warna, bentuk, suara, dan gerak yang alami.

3. Ajarkan anak membedakan imajinasi dan kenyataan.

      Bantu mereka mengerti bahwa tidak semua yang ada di layar itu benar atau nyata.

    Maka dari itu, di era digital yang semakin maju, penting bagi kita untuk waspada terhadap dampak negatif dari konsumsi konten digital yang dangkal dan tidak berkualitas. Peran orang tua sangat krusial dalam mendampingi aktivitas digital anak, memperkenalkan dunia nyata secara utuh, dan mengajarkan mereka membedakan imajinasi dengan kenyataan. Selain itu, kita semua perlu membatasi waktu melihat layar, memilih konten berkualitas, serta mengurangi kebiasaan scrolling tanpa tujuan, agar terhindar dari brainrot dan dapat menjaga kesehatan mental serta fungsi kognitif di tengah arus konten digital yang tak terbendung.


“Anak butuh bentuk nyata, bukan sekadar khayalan warna dan suara

Butuh mata kita, bukan hanya layar semata

Dampingi, pahami, jangan hanya diam

Agar mereka tumbuh dengan sehat dan selamat.”

 

 

 

 

 

 

Menelusuri Jejak Dimsum Mentai: Makanan Surga Selera Anak Muda?

          

           “Gue belum mau mati, masih ada dimsum mentai di bumi,”

“Dimsum itu makanan dari surga kayaknya…”

Pernah enggak sih, kamu ngerasa kalau dunia ini rasanya lebih ringan setiap kali dimsum mentai di depan mata? Kalau enggak, berarti kamu belum pernah merasakan sensasi saus mentai yang lumer di lidah, dipadukan dengan dimsum yang kenyal. Begitu kamu mencicipinya, seakan ada dunia baru yang terbuka. Rasa gurih, pedas, dan creamy berpadu sempurna, bikin kamu lupa waktu. Ini bukan sekadar makanan, ini sensasi.

Tapi tahu gak sih, kalau sensasi itu nggak datang gitu aja? Dimsum yang kini jadi favorit anak muda Indonesia, punya perjalanan panjang, dari tradisi kuliner Cina hingga akhirnya menyapa lidah Indonesia. Lalu, bagaimana dimsum bisa bertahan dan berkembang di Indonesia? Mari kita menelusuri jejaknya.

Asal-Usul Dimsum

Dalam berbagai catatan sejarah kuliner, termasuk artikel The Historical Journey of Dim Sum dari Thalias Group, dimsum adalah makanan ringan khas Tiongkok yang memiliki hubungan erat dengan tradisi Yum Cha. Tradisi Yum Cha ini melibatkan aktivitas berkumpul di rumah teh sambil menikmati secangkir teh.

Kata “dimsum” berasal dari bahasa Kanton yang berarti “menyentuh hati,” yang mencerminkan cara dimsum menggugah nafsu makan dengan porsi kecil yang cocok disantap bersama teman atau keluarga. Beberapa jenis dimsum klasik yang sudah terkenal di Tiongkok antara lain Shumay, Xiao Long Bao, Hakau, dan Bakpau Charsiu. Pada zaman dahulu, dimsum umumnya diisi dengan daging babi, meskipun kini variasi isian dimsum semakin berkembang.

Seiring dengan gelombang migrasi besar-besaran masyarakat Tiongkok ke berbagai belahan dunia, tradisi Yum Cha dan dimsum mulai menyebar ke luar Tiongkok dan dikenal luas di banyak negara, termasuk Indonesia.

Kehadiran Dimsum di Indonesia


Dilansir dari thehealthybelly.co, dimsum pertama kali masuk ke Indonesia sekitar abad ke-7 hingga ke-15 Masehi, dibawa oleh migrasi etnis Tionghoa. Para imigran ini tidak hanya membawa kebudayaan mereka, tetapi juga tradisi kuliner khas mereka, yaitu dimsum. Pada awalnya, dimsum hanya disajikan secara terbatas di dalam komunitas Tionghoa

Namun, pada era kolonial Belanda, dimsum mulai dikenal lebih luas melalui interaksi masyarakat Tionghoa dengan masyarakat Indonesia, terutama di kota-kota pelabuhan seperti Batavia (Jakarta), Surabaya, dan Banten. Pada masa ini, para pedagang Tionghoa mulai membuka usaha toko makanan dimsum, sehingga dimsum mulai dikenal di kalangan masyarakat umum. Sejak saat itu, dimsum terus berkembang di Indonesia hingga menjadi bagian dari kuliner modern yang banyak digemari saat ini.

Dimsum Rasa Nusantara: Lebih Lokal, Lebih Dekat

Perjalanan dimsum di Indonesia menunjukkan adaptasi budaya yang menarik. Ketika pertama kali masuk, dimsum mengalami modifikasi agar sesuai dengan selera dan kebiasaan masyarakat lokal. Salah satu yang paling mencolok adalah bahan isian, jika di negara asalnya dominan menggunakan daging babi, di Indonesia dimsum lebih sering diisi dengan daging ayam, udang, atau sayuran. Penyesuaian ini membuat dimsum bisa dinikmati oleh lebih banyak kalangan tanpa menabrak batasan agama maupun kebiasaan makan.

Berbeda dari tradisi Yum Cha di Tiongkok yang mengaitkan dimsum dengan waktu minum teh dan interaksi sosial tertentu, di Indonesia dimsum berkembang sebagai jajanan biasa. Ia tak terikat momen atau perayaan, sehingga bisa dinikmati kapan saja dan di mana saja.

Selain itu, kreativitas para pelaku usaha kuliner ikut mendorong dimsum makin relevan dengan lidah lokal. Inovasi seperti dimsum saus mentai yang gurih, siraman mayones yang creamy, dan guyuran chili oil yang pedas menyengat membuat dimsum terasa lebih modern dan menarik. Bahkan kini, dimsum bisa dibeli dalam bentuk frozen food, lengkap dengan sausnya, dan tinggal dikukus di rumah yang praktis, terjangkau, dan tetap enak.

UMKM Naik Daun Berkat Dimsum!

Tren dimsum bukan cuma menggoyang lidah, tapi juga membuka pintu rezeki bagi banyak pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dilansir dari RRI.co.id, dimsum telah menjadi salah satu makanan populer yang banyak dijajakan oleh pelaku UMKM di berbagai daerah karena dianggap sebagai peluang usaha yang menjanjikan. Dalam beberapa tahun terakhir, makin banyak pengusaha muda yang mencoba peruntungan lewat bisnis dimsum kekinian ini.

Nama-nama usahanya pun unik dan mengundang senyum, seperti “Dimsum Milik Kita”, “Dimsum Bos”, atau “Yokana Dimsum”. Kreativitas tak hanya terlihat di menu, tapi juga di strategi pemasaran mereka. Promosi dilakukan lewat media sosial seperti TikTok dan Instagram, dengan konten yang ringan, lucu, dan menggugah selera.

Hebatnya, dengan modal yang relatif kecil, banyak dari mereka berhasil menjangkau pasar yang luas. Bahkan, tak sedikit yang bisa membuka cabang atau menerima pesanan dalam bentuk frozen food ke luar kota. Dimsum bukan lagi sekadar tren makanan, ia menjelma menjadi jembatan ekonomi kreatif yang memperlihatkan semangat, inovasi, dan daya saing UMKM lokal yang luar biasa.

Kenapa Dimsum Mentai Digilai Anak Muda?

Dilansir dari Liputan6.com, survei yang melibatkan responden Gen Z dan milenial di kota-kota besar Indonesia menunjukkan dimsum menempati posisi pertama sebagai tren makanan favorit, dengan 12,1 persen responden Gen Z dan 12,3 persen milenial memilihnya. Ini mengungguli ramen, rice bowl, hingga croffle. Fakta ini memperkuat bahwa dimsum, terutama dengan varian saus mentai dan chili oil, bukan hanya makanan, tapi juga bagian dari gaya hidup kekinian.

Ø Visual yang instagrammable

Dimsum mentai bukan cuma enak dimakan, tapi juga cantik dipandang. Saus mentai berwarna oranye lembut, ditambah lelehan keju di atasnya, membuat setiap piring terlihat seperti karya seni mini. Nggak heran, banyak yang buru-buru ambil foto sebelum suapan pertama, ya karena tampilannya memang Instagrammable banget.

Ø Rasa yang akrab, tapi tetap bikin kaget

Perpaduan dimsum yang gurih dengan saus mentai creamy menghasilkan rasa yang familiar di lidah Indonesia, tapi tetap terasa baru dan menggoda. Ditambah lagi dengan guyuran chili oil yang pedasnya nendang, sensasi ini jadi jawaban sempurna buat pecinta makanan berbumbu yang ingin sesuatu yang berbeda, tapi tetap nggak terlalu asing.

Ø Harga ramah di kantong, rasa mewah di mulut

Salah satu alasan utama dimsum mentai begitu digemari adalah harganya yang bersahabat. Dengan kisaran Rp15.000/porsi yang berisi 3 potong dimsum mentai, kamu sudah bisa menikmati seporsi dimsum yang enggak cuma kenyangin perut tapi juga manjain lidah. Harga murah, rasa mewah, siapa sih yang bisa nolak?

Maka tak berlebihan jika dimsum mentai kini dijuluki sebagai makanan dari surga yang digilai anak muda. Julukan ini muncul bukan tanpa sebab, melainkan karena daya tariknya yang lengkap, visual, rasa, hingga harga.

Kebahagiaan dalam Sekotak Dimsum Mentai

Kadang, bahagia nggak datang dari hal-hal besar. Kadang cuma perlu sesuatu yang hangat, lembut, dan gurih seperti satu kotak dimsum mentai. Setiap suapan adalah pelukan kecil yang diam-diam memperbaiki suasana hati. Rasanya seperti jeda manis di tengah hiruk pikuk dunia. Jadi kalau hari ini rasanya melelahkan, mungkin kamu cuma butuh satu hal:

“Tenang… dunia belum selesai, masih ada dimsum mentai.”

Rabu, 28 Mei 2025

Menuju Hidup Sehat yang Seimbang

    


Kompasiana (2023) mengatakan kesehatan merupakan aset berharga yang takternilai harganya. Tanpa kesehatan yang baik, segala pencapaian dan kebahagiaan hidup menjadi terhambat. Tanpa kondisi tubuh dan pikiran yang prima, sulit bagi kita untuk menikmati berbagai aspek kehidupan secara optimal. Di tengah kesibukan dan tuntutan hidup modern, menjaga kesehatan seringkali tidak menjadi prioritas utama. Artikel ini menyajikan berbagai strategi sederhana namun efektif untuk memelihara kesehatan secara menyeluruh yang dapat diterapkan oleh semua kalangan.

Memahami Kesehatan Menyeluruh
        Kesehatan tidak hanya berarti bebas dari penyakit, melainkan merupakan keadaan sejahtera yang mencakup keseimbangan fisik, mental, dan sosial. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan adalah "keadaan lengkap fisik, mental, dan kesejahteraan sosial, bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan". Konsep ini menegaskan pentingnya pendekatan holistik dalam menjaga kesehatan, yang tidak hanya fokus pada kebugaran jasmani tetapi juga pada kejernihan pikiran dan kualitas hubungan sosial. Di Indonesia, Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 mengadopsi definisi ini dengan menekankan bahwa kesehatan adalah kondisi yang memungkinkan seseorang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Kementerian Kesehatan RI, 2009).



Makanan Sumber Energi dan Keseimbangan
         Makanan berperan besar dalam menentukan kondisi tubuh. Konsumsi makanan yang beragam dan alami, seperti sayuran berwarna-warni, buah segar, dan biji-bijian utuh akan memberikan asupan nutrisi lengkap. Kita juga perlu memperhatikan porsi—makan hingga merasa cukup, bukan sampai kekenyangan. Sebisa mungkin, pilih bahan makanan segar dan hindari yang terlalu banyak diproses, karena makanan olahan seringkali tinggi gula, garam, dan bahan tambahan lainnya. Tidak ada pola makan yang cocok untuk semua orang, sehingga memahamikebutuhan tubuh sendiri menjadi sangat penting.

Aktivitas Fisik yang Menyenangkan
        Bergerak aktif bukan berarti harus berlatih di pusat kebugaran atau mengikuti program latihan intensif. Beragam bentuk aktivitas fisik dapat disesuaikan dengan minat, kemampuan, dan kesempatan yang dimiliki. Bergerak aktif tidak harus berarti pergi ke gym. Aktivitas sederhana seperti menaiki tangga, berkebun, atau berjalan kaki juga berdampak positif. Bagi yang ingin lebih aktif, kegiatan seperti bersepeda, berenang, atau senam ringan bisa menjadi pilihan yang menyenangkan. Bahkan latihan kesadaran tubuh seperti yoga atau pilates tidak hanya memperkuat tubuh, tapi juga menenangkan pikiran. Kunci utamanya adalah konsistensi, bukan intensitas.
        Yang terpenting, pilihlah aktivitas yang disukai agar dapat dipertahankan secara konsisten dalam jangka panjang. Manfaat terbesar aktivitas fisik didapat dari keteraturan, bukan dari intensitas yang ekstrem.

Istirahat Berkualitas
        Tidur yang cukup dan berkualitas menjadi fondasi kesehatan yang sering terabaikan. Tubuh melakukan berbagai proses pemulihan dan peremajaan selama tidur. Kurang tidur dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko berbagai gangguan kesehatan. Tidur yang cukup dan berkualitas adalah fondasi bagi kesehatan jangka panjang. Selama tidur, tubuh melakukan proses pemulihan sel, memperkuat sistem imun, dan menyeimbangkan hormon. Ketika waktu tidur terganggu atau tidak mencukupi, tubuh menjadi rentan terhadap penyakit, mood cenderung labil, dan konsentrasi menurun. Karena itu, menjaga kebiasaan tidur dengan waktu yang konsisten, menghindari cahaya layar sebelum tidur, dan menciptakan lingkungan kamar yang nyaman menjadi langkah penting dalam menjaga kesehatan secara keseluruhan. Tidak hanya itu, tidur siang sebentar juga terbukti bisa membantu menyegarkan kembali energi tubuh dan pikiran, terutama bagi mereka yang bekerja dengan intensitas tinggi.ermasuk penyakit jantung, diabetes, dan gangguan kekebalan tubuh. Selain tidur malam, istirahat pendek di siang hari (siesta) selama 15-30 menit juga dapat meningkatkan kewaspadaan dan produktivitas tanpa mengganggu tidur malam.



Kelola Stres dengan Bijak
        Stres dalam kadar wajar merupakan respons alami tubuh dan bahkan bisa menjadi pendorong produktivitas. Namun, stres berkepanjangan dapat membahayakan kesehatan fisik dan mental.
Berikut beberapa strategi pengelolaan stres yang dapat diterapkan dalam keseharian:
1. Teknik pernapasan
Bernapas dalam-dalam dengan perut selama beberapa menit dapat mengaktifkan sistem saraf parasimpatis yang berperan dalam menenangkan tubuh.
2. Mindfulness
Melatih kesadaran penuh pada momen sekarang membantu mengurangi kekhawatiran tentang masa depan atau penyesalan masa lalu yang seringkali menjadi sumber stres.
3. Koneksi sosial
Berbagi cerita dengan orang terpercaya dapat memberikan perspektif baru dan dukungan emosional saat menghadapi situasi menantang.
4. Aktivitas menenangkan
Meluangkan waktu untuk hobi atau kegiatan yang dinikmati, seperti mendengarkan musik, melukis, atau berkebun, dapat menjadi katup pelepas ketegangan.
5. Batasi stimulan
Konsumsi kafein dan gula berlebihan dapat meningkatkan kecemasan. Batasi asupan zat-zat ini terutama menjelang malam hari.

Hindari Kebiasaan Merugikan
        Ada banyak kebiasaan dalam kehidupan modern yang tampaknya sepele, tetapi diam-diam merusak kesehatan kita. Merokok, misalnya, masih menjadi penyebab utama berbagai penyakit kronis seperti kanker paru dan jantung. Konsumsi alkohol secara berlebihan juga meningkatkan risiko kerusakan organ dan gangguan mental. Selain itu, kebiasaan duduk terlalu lama di depan layar tanpa bergerak juga berdampak buruk bagi kesehatan metabolik dan tulang. Bahkan, menunda-nunda pemeriksaan kesehatan karena merasa “baik-baik saja” sering menyebabkan deteksi penyakit menjadi terlambat. Kesadaran untuk menghindari kebiasaan-kebiasaan ini tidak muncul secara instan, tetapi bisa dibangun dari pemahaman bahwa kesehatan adalah tanggung jawab pribadi yang tidak bisa digantikan oleh siapa pun.

Jaga Kesehatan Mental
            Menjaga kesehatan jiwa sama pentingnya dengan merawat tubuh. Belajar
mengekspresikan emosi secara sehat, berpikir positif, dan menetapkan batasan dalam kehidupan sehari-hari bisa sangat membantu. Jangan ragu untuk mencari bantuan profesional jika merasa kewalahan. Ketangguhan mental bukan berarti tidak pernah jatuh, melainkan kemampuan untuk bangkit kembali.
        Menurut Kemenkes RI (2024) Kesehatan mental yang baik dapat membantu remaja tumbuh kembang secara optimal, secara emosional, fisik dan sosial. Beberapa alasan pentingnya kesehatan mental yang baik bagi remaja adalah sebagai berikut:
1. Membantu Membangun Hubungan yang Sehat
Kesehatan mental yang baik membuat remaja mampu membangun hubungan yang kuat dengan keluarga, teman dan orang-orang di sekitarnya, serta menjadi bagian dari komunitas.
2. Membantu Beradaptasi
Mereka akan mampu beradaptasi dengan perubahan dan berbagai tantangan hidup. Mereka bisa bangkit kembali dari rasa kecewa dan kesal.
3. Memiliki Rasa Percaya Diri Tinggi
Mereka lebih menikmati hidup, merasa bahagia dengan dirinya sendiri, serta memiliki sikap positif dan rasa pencapaian.
4. Mendukung Kesehatan Fisik
Mereka akan menjadi lebih aktif dan sehat serta cukup beristirahat, sehingga mampu berkonsentrasi saat belajar, yang akan mendukung keberhasilannya dalam menyelesaikan pendidikan.

Pemeriksaan Kesehatan Rutin
        Pencegahan lebih baik daripada pengobatan. Pemeriksaan kesehatan berkala membantu mendeteksi potensi masalah sebelum berkembang menjadi kondisi serius. Seringkali orang hanya pergi ke dokter ketika merasa sakit. Padahal, pemeriksaan rutin sangat penting untuk mendeteksi potensi gangguan kesehatan sejak dini. Misalnya, tekanan darah tinggi bisa berkembang tanpa gejala, tetapi berisiko besar menyebabkan stroke. Begitu juga dengan kadar gula darah yang tinggi bisa tidak terasa, namun diam-diam merusak organ tubuh. Pemeriksaan kolesterol, skrining kanker, dan vaksinasi berkala juga perlu dilakukan, terutama bagi mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit tertentu. Berkonsultasilah dengan tenaga medis untuk mengetahui jenis pemeriksaan yang sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan gaya hidup.

Kesehatan sebagai Investasi Jangka Panjang
        Menjaga kesehatan bukanlah tugas yang diselesaikan dalam semalam, melainkan komitmen seumur hidup yang membuahkan hasil berlipat. Langkahlangkah kecil namun konsisten dalam pola makan, aktivitas fisik, istirahat, dan pengelolaan stres berkontribusi signifikan terhadap kualitas hidup jangka panjang. Ingatlah bahwa tidak ada pendekatan "satu ukuran untuk semua" dalam kesehatan. Setiap orang memiliki keunikan kondisi tubuh, preferensi, dan tantangan. Yang terpenting adalah menemukan keseimbangan yang tepat dan berkelanjutan sesuai kebutuhan dan kemampuan masing-masing.
        Kesehatan optimal bukanlah tentang kesempurnaan, melainkan tentang keseimbangan dan konsistensi. Dengan membangun kebiasaan positif secara bertahap dan menjadikannya bagian tak terpisahkan dari rutinitas harian, kita berinvestasi pada kualitas hidup yang lebih baik, tidak hanya untuk hari ini tetapi juga untuk tahuntahun mendatang.

Nama : Muhamad Fikri Al Giffari
NIM : 20230110047

Kuliner Kaki Lima, Rasa yang Menghidupkan Harapan

Di sela-sela deru kendaraan dan riuh kota yang tak pernah benar-benar tidur, sepasang tangan sibuk menata dagangan di atas trotoar sempit. T...