Dalam sebuah wawancara dengan salah satu pedagang yang memilih untuk menutup warungnya selama Ramadan, yaitu Ibu Atik, terungkap berbagai alasan dan dampak dari keputusan tersebut. Ibu Atik adalah seorang pedagang makanan di kantin SPBU Kawahmanuk. Ia menyatakan bahwa alasan utama menutup dagangannya adalah untuk fokus beribadah dan memanfaatkan waktu untuk istirahat. “Karena ingin fokus beribadah dan sekalian istirahat soalnya kalau bulan-bulan biasa warung jarang tutup,” ujar Ibu Atik.
Warung makan miliknya mulai tutup sejak awal puasa dan direncanakan akan kembali buka satu hari setelah Idul Fitri. Lokasi warungnya sangat strategis, yakni di kantin SPBU Kawahmanuk, Kecamatan Darma, Kabupaten Kuningan. Penutupan ini tentu berdampak pada pelanggan tetapnya, seperti pegawai SPBU, pendatang, serta orang-orang yang sedang dalam perjalanan menuju Kuningan atau Cirebon.
Meskipun tidak berdagang selama Ramadan, Ibu Atik mengaku telah mempersiapkan tabungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama bulan puasa. Selain itu, ia memiliki pekerjaan sampingan sebagai petani di sawah dan ladang sehingga penghasilannya tetap terjaga meski ada kerugian finansial sekitar Rp3 juta lebih akibat penutupan warungnya. Namun demikian, Ibu Atik tetap ikhlas jika pelanggan setianya berpindah ke warung lain selama ia tidak berjualan. “Menurut saya ikhlas saja, karena rezeki sudah ada yang mengatur dan sudah ada porsinya masing-masing,” tambahnya.
Keputusan Ibu Atik untuk menutup warungnya selama bulan Ramadan adalah contoh bagaimana nilai-nilai spiritual dan kebutuhan istirahat dapat lebih diutamakan daripada keuntungan materi. Meskipun ada dampak finansial yang signifikan, persiapan yang matang dan keyakinan akan rezeki yang telah diatur memberikan ketenangan dalam menjalankan ibadah puasa. Kisah ini memberikan inspirasi tentang bagaimana bulan Ramadan dapat menjadi waktu untuk refleksi, ibadah, dan istirahat sejenak dari rutinitas duniawi.
0 komentar:
Posting Komentar