Kamis, 26 Juni 2025

Kisah Warung Pak Yadi: Bukan Sekedar Tempat Makan, Tapi Keluarga Kedua Bagi Mahasiswa

Di balik asap wangi ayam bakar yang setiap hari mengepul di depan Kampus 2 Universitas Kuningan, tersembunyi kisah sederhana namun menyentuh, milik seorang ibu bernama Bu Yadi. Bersama sang suami, Pak Yadi, ia mengelola sebuah warung makan kecil yang sudah lebih dari sepuluh tahun menjadi bagian dari kehidupan mahasiswa. Tidak hanya sebagai tempat makan, tetapi juga sebagai ruang nyaman tempat berbagi cerita, keluh kesah, bahkan tawa.

Warung Makan Pak Yadi berdiri sejak tahun 2013. Namun, seperti banyak kisah usaha kecil lainnya, awal mula warung ini bukanlah hasil dari perencanaan bisnis matang, melainkan lahir dari dorongan kebutuhan hidup. Saat itu, Pak Yadi bekerja sebagai security di Kampus 1 Universitas Kuningan, sementara Bu Yadi hanya tinggal di rumah. Melihat peluang dan ingin membantu ekonomi keluarga, Bu Yadi memberanikan diri mulai berjualan ayam. Situasi ini sejalan dengan penelitian dari Kurniawan, Putri, & Ghina (2020), bahwa modal usaha seperti finansial maupun kemampuan ekonomis sering menjadi motivasi utama bagi perempuan berwirausaha karena kebutuhan ekonomi keluarga.

“Daripada nganggur, ya saya coba jualan saja,” tutur Bu Yadi sambil tersenyum. Kala itu, mereka berjualan di area Kampus 1. Namun, beberapa tahun kemudian, warung mereka terpaksa pindah ke Kampus 2 karena konflik keluarga, yaitu lahan tempat mereka berjualan ikut terseret dalam sengketa warisan.

Meski harus pindah lokasi, semangat Bu Yadi dan Pak Yadi tak pernah goyah. Setiap Senin sampai Sabtu, mulai pukul 10 pagi hingga sekitar jam 3 sore, mereka membuka warungnya. Menu andalan mereka adalah satu paket makan yang isinya nasi, ayam bakar atau ayam goreng, kol goreng dan sambal rahasia yang menjadi ciri khas warung makan mereka, dan bisa didapatkan hanya dengan harga Rp10.000/porsi yang tak berubah meski harga bahan pokok terus naik.

“Kami nggak pernah naikin harga. Biar mahasiswa tetap bisa makan enak meski uangnya pas-pasan,” ujarnya.

Di Kampus 2, suasana terasa berbeda. Jika dulu di Kampus 1 pelanggan mereka mayoritas perempuan dan suka berlama-lama ngobrol, kini di Kampus 2 yang lebih banyak mahasiswa laki-laki, semua terasa cepat karena mereka hanya datang, makan, lalu pergi. “Di sini nggak ada yang ngerumpi, kebanyakan cowo” kata Bu Yadi terkekeh.

Namun meski waktunya singkat, relasi mereka dengan pelanggan tak pernah hilang. Ada saja mahasiswa yang curhat tentang kuliah, keluarga, bahkan soal cinta. Tak jarang pula, momen lucu menghiasi hari-hari mereka. Salah satunya adalah ketika seorang mahasiswa yang selama empat tahun menjadi pelanggan setia, tiba-tiba kembali hanya untuk bertanya, “Bu, nama Ibu sebenarnya siapa?” ujar Bu Yadi. Selain sebagai tempat makan, tempat ini juga menjadi ruang interaksi sosial penting bagi mahasiswa. Seperti dalam penelitian studi kasus Ishomuddin, Idris, dan Adi (2024), bahwa interaksi mahasiswa di kafe atau warung menciptakan pola kerja sama untuk tujuan bersama seperti diskusi tugas, berbagi informasi, maupun saling memberi dukungan emosional 

Dulu, saat masih di Kampus 1, mereka bisa menghabiskan hingga 50 kg ayam dalam sehari. Kini, di lokasi baru, penjualan berkisar antara 20 sampai 30 kg. Meski begitu, hasil jualan tetap cukup untuk menghidupi keluarga. Yang paling penting bagi Bu Yadi bukanlah besar kecilnya pemasukan, melainkan rasa berkah yang ia rasakan dari pekerjaan ini.

“Yang penting usaha ini berkah” ucapnya dengan penuh keyakinan.

Ketika ditanya soal rencana ke depan, Bu Yadi mengaku masih berharap bisa kembali berjualan di Kampus 1 jika ada lahan yang memungkinkan. Namun, ia tidak muluk-muluk. Baginya, selama bisa terus memasak dan melayani mahasiswa, itu sudah cukup.

“Semangat kuliahnya, fokus, lulus, terus jadi sarjana” pesannya untuk semua mahasiswa yang pernah dan masih mampir di warungnya. Warung Makan Pak Yadi memang sederhana. Namun dari tempat itu, tak hanya perut yang kenyang. Hati pun hangat dan tenang. Ia menjadi saksi diam dari perjuangan para mahasiswa, sekaligus cermin ketulusan dan kerja keras seorang ibu yang tak kenal lelah.


Referensi

Ishomuddin, F. N., Idris, I., & Adi, K. R. (2024). INTERAKSI SOSIAL MAHASISWA DI WARUNG KOPI (STUDI KASUS DI WARUNG KOPI ALAMMALAM). Jurnal Integrasi Dan Harmoni Inovatif Ilmu-Ilmu Sosial, 4(10), 3. https://doi.org/10.17977/um063v4i10p3.

Kurniawan, A., Putri, M. K., & Ginanjar, A. (2020). Identifikasi Motivasi Dan Hambatan Pada Wanita Pengusaha (studi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia Kota Depok). Proceedings of Management, 7(1). 


Ditulis oleh: Alisa, Muhammad Rifqi Hidayat, Nayla Lailatul Mardiyah, Rossy Dwi Indriani


0 komentar:

Posting Komentar

AKU INGIN INDONESIA BEBAS DARI BULLYING DI ERA SEKOLAH MAUPUN DI DUNIA DIGITAL

Sekolah merupakan institusi penting dalam pembentukan karakter dan pengembangan potensi generasi muda. Didalam nya, siswa diharapkan mempero...