Di
balik asap wangi ayam bakar yang setiap hari mengepul di depan Kampus 2
Universitas Kuningan, tersembunyi kisah sederhana namun menyentuh, milik
seorang ibu bernama Bu Yadi. Bersama sang suami, Pak Yadi, ia mengelola sebuah
warung makan kecil yang sudah lebih dari sepuluh tahun menjadi bagian dari
kehidupan mahasiswa. Tidak hanya sebagai tempat makan, tetapi juga sebagai
ruang nyaman tempat berbagi cerita, keluh kesah, bahkan tawa.
Warung
Makan Pak Yadi berdiri sejak tahun 2013. Namun, seperti banyak kisah usaha
kecil lainnya, awal mula warung ini bukanlah hasil dari perencanaan bisnis
matang, melainkan lahir dari dorongan kebutuhan hidup. Saat itu, Pak Yadi
bekerja sebagai security di Kampus 1 Universitas Kuningan, sementara Bu
Yadi hanya tinggal di rumah. Melihat peluang dan ingin membantu ekonomi
keluarga, Bu Yadi memberanikan diri mulai berjualan ayam. Situasi ini sejalan
dengan penelitian dari Kurniawan, Putri, & Ghina
“Daripada
nganggur, ya saya coba jualan saja,” tutur Bu Yadi sambil tersenyum. Kala itu,
mereka berjualan di area Kampus 1. Namun, beberapa tahun kemudian, warung
mereka terpaksa pindah ke Kampus 2 karena konflik keluarga, yaitu lahan tempat
mereka berjualan ikut terseret dalam sengketa warisan.
Meski
harus pindah lokasi, semangat Bu Yadi dan Pak Yadi tak pernah goyah. Setiap
Senin sampai Sabtu, mulai pukul 10 pagi hingga sekitar jam 3 sore, mereka
membuka warungnya. Menu andalan mereka adalah satu paket makan yang isinya
nasi, ayam bakar atau ayam goreng, kol goreng dan sambal rahasia yang menjadi
ciri khas warung makan mereka, dan bisa didapatkan hanya dengan harga
Rp10.000/porsi yang tak berubah meski harga bahan pokok terus naik.
“Kami
nggak pernah naikin harga. Biar mahasiswa tetap bisa makan enak meski uangnya
pas-pasan,” ujarnya.
Di
Kampus 2, suasana terasa berbeda. Jika dulu di Kampus 1 pelanggan mereka
mayoritas perempuan dan suka berlama-lama ngobrol, kini di Kampus 2 yang lebih
banyak mahasiswa laki-laki, semua terasa cepat karena mereka hanya datang,
makan, lalu pergi. “Di sini nggak ada yang ngerumpi, kebanyakan cowo” kata Bu
Yadi terkekeh.
Namun
meski waktunya singkat, relasi mereka dengan pelanggan tak pernah hilang. Ada
saja mahasiswa yang curhat tentang kuliah, keluarga, bahkan soal cinta. Tak
jarang pula, momen lucu menghiasi hari-hari mereka. Salah satunya adalah ketika
seorang mahasiswa yang selama empat tahun menjadi pelanggan setia, tiba-tiba
kembali hanya untuk bertanya, “Bu, nama Ibu sebenarnya siapa?” ujar Bu Yadi. Selain
sebagai tempat makan, tempat ini juga menjadi ruang interaksi sosial penting
bagi mahasiswa. Seperti dalam penelitian studi kasus Ishomuddin, Idris, dan Adi
Dulu,
saat masih di Kampus 1, mereka bisa menghabiskan hingga 50 kg ayam dalam
sehari. Kini, di lokasi baru, penjualan berkisar antara 20 sampai 30 kg. Meski
begitu, hasil jualan tetap cukup untuk menghidupi keluarga. Yang paling penting
bagi Bu Yadi bukanlah besar kecilnya pemasukan, melainkan rasa berkah yang ia
rasakan dari pekerjaan ini.
“Yang
penting usaha ini berkah” ucapnya dengan penuh keyakinan.
Ketika
ditanya soal rencana ke depan, Bu Yadi mengaku masih berharap bisa kembali
berjualan di Kampus 1 jika ada lahan yang memungkinkan. Namun, ia tidak
muluk-muluk. Baginya, selama bisa terus memasak dan melayani mahasiswa, itu
sudah cukup.
“Semangat
kuliahnya, fokus, lulus, terus jadi sarjana” pesannya untuk semua mahasiswa yang
pernah dan masih mampir di warungnya. Warung Makan Pak Yadi memang sederhana.
Namun dari tempat itu, tak hanya perut yang kenyang. Hati pun hangat dan tenang.
Ia menjadi saksi diam dari perjuangan para mahasiswa, sekaligus cermin
ketulusan dan kerja keras seorang ibu yang tak kenal lelah.
Referensi
Ishomuddin, F. N., Idris, I., & Adi, K. R. (2024). INTERAKSI SOSIAL MAHASISWA DI WARUNG KOPI (STUDI KASUS DI WARUNG KOPI ALAMMALAM). Jurnal Integrasi Dan Harmoni Inovatif Ilmu-Ilmu Sosial, 4(10), 3. https://doi.org/10.17977/um063v4i10p3.
Kurniawan, A., Putri, M. K., & Ginanjar, A. (2020). Identifikasi Motivasi Dan Hambatan Pada Wanita Pengusaha (studi Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia Kota Depok). Proceedings of Management, 7(1).
Ditulis oleh: Alisa, Muhammad Rifqi Hidayat, Nayla Lailatul Mardiyah, Rossy Dwi Indriani
0 komentar:
Posting Komentar